MEDAN - METROKAMPUNG.
COM
INI sejatinya soal
kekuasaan Tuhan. Kalau Dia berkehendak, maka apapun yang muskil bakal tidak
mustahil. Jadi, maka jadilah.
Begitu pula
pengalaman aneh yang selama ini dialami sosok cenayang tambun ini.
Abah Rahman. Ia
diketahui tak memiliki kemampuan teatrikal yang dapat membantu dalam menyugesti
seseorang untuk percaya. Tapi
faktanya, asa dan
obsesi sulit banyak orang berhasil teraihnya. Itu semua murni karena kemampuan
magisnya. Satu yang juga tak
terlewatkan adalah
kemisteriusan pandangannya yang acap menjangkau beberapa waktu ke depan.
Dikenal selalu
menggelar ritual lewat media foto, namanya kini menjadi salah satu dukun yang
turut dibicarakan. Itu pula yang membuatnya masuk dalam daftar sedikit
paranormal negeri ini yang menggelar Festival Budaya Supranatural Nusantara di
Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), Medan, akhir 2017.
Kini, selain ritual
gaib, foto yang diantar para pasien menjadi benda tak bisa dipisahkan dalam
hari-harinya. Gambar tak bergerak itu seolah menjadi kelengkapan ibadah
spiritualnya. Namun bagaimana niat atau obsesi di balik selembar foto bisa
terwujud nyata? Untuk menguak misteri itu, kita harus kembali pada belasan
tahun ke belakang.
"Banyak orang
datang meminta tolong, tapi saya tak bisa menolong, ya puyeng..." Abah
Rahman membuka cerita soal masa saat dia baru terjun ke dunia okultisme.
"Saat itu saya sungguh kesulitan untuk mengobati pasien," imbuh
mantan wartawan media supranatural itu. Ia terus bercerita.
Sebagai mantan
jurnalis yang banyak meliput wilayah angker, suatu hari, dalam kegelisahannya
Abah Rahman mendatangi secuil puing pura tua di pedalaman hutan Tanah Karo. Ini
wilayah sisa budaya pemena, tepatnya Karo 800 tahun lalu saat warga di sana
masih menggelar tradisi pembakaran mayat. Sejarah memang menyebut suku Karo
hasil kawin mawin budaya India. Tradisi kremasi jenazah baheula di hutan itu
dikenal bernama Sirang-sirang. Ritual kuno itu diketahui dipimpin seorang
dukun. "Wilayah hutan bekas pura dan kini menjadi pemukiman roh-roh halus
itu saya ketahui saat meliput peristiwa pencurian terhadap Meriam Puntung di
Desa Sukanalu, (Kecamatan) Barus Jahe. Itu terjadi 27 Juni 1999," kenangnya.
Dalam mitologi Karo, Meriam Puntung atau
Nini Meriam adalah
saudara bungsu Puteri Hijau.
Begitulah. Di hutan
bekas pura itu terdapat sisa sebuah halaman. Menilik dari gambaran lokasinya,
Abah Rahman meyakini areal itu dulu berfungsi sebagai altar. Sedang ruang lain
di sekitar itu dipenuhi pohon besar (Jabi-jabi), sampai-sampai sinar matahari
pun nyaris tak mampu menembusnya. Karena yakin itu tempat sangat keramat, Abah
Rahman pun sering datang ke bekas pura itu. Ia membawa sesajen, foto-foto
pasien, dan meminta petunjuk agar diberi jodoh, keberhasilan usaha, atau apa
saja niat baik banyak orang yang dititip padanya. Doa-doa itu terus
dipanjatkan. Digelar tanpa henti dan diiringi rasa sabar yang besar.
Malah dalam
pengakuannya, ketika sedang berdoa, dia sering melihat pohon-pohon besar yang
memayungi daerah itu bergemeresak. Bergoyang keras seperti hendak tumbang.
Tanda gaib itu yang kemudian membuat Abah Rahman meyakini segala permohonannya
bakal menjadi kenyataan. "Dan syukurnya (semua doa) itu kemudian memang
benar terjadi pada banyak pasien saya,"
Berdasar peta mistik
Karo, magnet wilayah hutan angker itu diyakini terhubung dengan kekeramatan Gua
Lau Pirik di Siberaya, Karo, serta gua mitos Putri Hijau dan 2 saudaranya di
wilayah Delitua, Deliserdang, Sumatera Utara. "Karena itu, bila tak sempat
ke sana, saya hampir saban hari membawa foto-foto dari pasien saya ke hutan
Delitua dan niat-niat mereka yang saya doakan itu pun syukurnya terus
terkabul," tandasnya. Anda percaya kehidupan roh halus? (dra)