Petani dilingkar Sinabung. |
Karo-metrokampung.com
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kira-kira nasib para petani yang tinggal di sekitar kaki Gunung Sinabung saat ini. Pasca terjadinya erupsi Sinabung tahun 2010 lalu, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sungguh memprihatinkan.
Semburan abu vulkanik dan muntahan lahar dingin telah meluluh-lantahkan hampir seluruh lahan pertanian warga terutama yang berada di radius 8 kilometer dari puncak Sinabung. Dimana kondisi terparahnya terjadi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Payung dan Tiganderket.
Sejumlah petani di dua kecamatan tersebut saat ini tengah menjerit. Sebagian besar tanaman milik petani tak bisa tumbuh secara maksimal. Hal ini diakui karena hama penyakit yang menyerang tanaman sudah semakin banyak. Begitupun kwalitas bibit dan pupuk yang digunakan pun sudah tidak terjamin kwalitasnya. Belum lagi harga komoditi pertanian yang anjlok, sehingga banyak petani yang merugi.
D Sitepu (43) salah satu warga petani di desa Batukarang, Kecamatan Payung yang ditemui awak Media, Minggu (10/3) menuturkan, kehidupan para petani di desanya sekarang ini begitu sulit. Jangankan untuk anak sekolah, untuk makan sehari-hari saja diakuinya sudah bingung mencari kemana.
Untuk itu katanya, mereka harus mencari penghasilan lain dengan cara bekerja di ladang orang sebagai aron ( Buruh Tani Harian -red), yang kadang letak ladang yang harus dikerjakan pun cukup jauh dari desa mereka. "Mau tidak mau, kita harus mencari penghasilan lain. Anak-anak harus makan dan sekolah," keluhnya.
Lain lagi yang disampaikan Elieser Bangun (52) warga petani asal desa Sukatendel, Kecamatan Tiganderket. Saat ini untuk membuat tanaman jadi dan tumbuh bagus saja sulit. Segala macam bibit tanaman, pupuk dan obat anti hama banyak dijual. Namun, belum tentu nanti hasilnya seperti yang diharapkan.
"Seharusnya Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo punya solusi untuk permasalahan petani saat ini. Kami perlu arahan dan bimbingan dari orang-orang yang mengerti tentang pertanian. Apalagi setelah erupsi Sinabung. Kondisi pertanian di daerah kami semakin terpuruk," kata Elieser.
Selain itu katanya, harga komoditi pertanian pun sering anjlok. Sehingga banyak petani yang merugi karena biaya pemeliharaan mulai dari masa tanam hingga panen sudah tidak sesuai.
"Apa solusi dan peran pemerintah? Ada Dinas Pertanian, ada Dinas Perdagangan. Kemana mereka semua," ujar Eliser dengan nada kesal.
Menanggapi hal tersebut, salah satu Pemerhati Pertanian Kabupaten Karo Marko Sembiring (50) mengatakan, seharusnya Pemkab Karo tidak tinggal diam melihat situasi para petani saat ini. Apalagi sebagian besar masyarakatnya adalah petani dan Tanah Karo merupakan salah satu penyumbang hasil pertanian terbesar di Sumatra Utara.
"Dalam hal ini seharusnya Pemerintah Kabupaten Karo bertanggung jawab. Jangan membiarkan petani menderita. Banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah ini untuk menjamin kehidupan petani," sebut Marko.
Menurut calon anggota DPRD Karo dari Partai Nasdem nomor urut 4 ini, salah satu solusi yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan membuat tata kelola pertanian masyarakat. Sistem Pertanian Modern yang telah dilakukan daerah-daerah yang mayoritas masyarakatnya adalah petani, dapat ditiru. Begitu juga dalam hal pengawasan peredaran bibit dan pupuk yang akan digunakan para petani.
Selain itu katanya, peran Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga tak kalah pentingnya. Seharusnya dinas tersebut harus bisa menyelamatkan hasil pertanian masyarakat. Sehingga petani tidak sampai mengalami kerugian seperti sekarang ini. (amr/mk)