Effendi Pohan Divonis Bebas, Hakim Tipikor PN Medan Dinilai Cederai Penegakkan Hukum

Editor: metrokampung.com
Pengamat Anggaran Dan Kebijakan Publik, Siska Barimbing.

Medan, Metrokampung.com
Vonis bebas yang diputuskan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan terhadap terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan mengundang tanya masyarakat Sumatera Utara.

Jarihat Simarmata selaku Ketua majelis hakim dan hakim anggota Syafril Batubara menyatakan terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre.

Putusan ini juga membingungkan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum di Indonesia, serta mencederai rasa keadilan itu sendiri  karena 3 orang terdakwa lain dalam perkara ini justru dinyatakan bersalah dan dihukum masing-masing 1 (satu) tahun dan denda masing-masing sebesar Rp.50.000.000.Hal itu diungkap Pengamat Anggaran Dan Kebijakan Publik, Siska Barimbing, Sabtu (26/2/2022).

Sebagai pengamat kebijakan publik yang mengamati proses persidangan,Siska menilai vonis majelis hakim sangat mencederai penegakan hukum. 
Dalam persidangan, Majelis Hakim Perkara Tindak Pidana Korupsi  No. 76/Pid.Sus/TKP/2021/PN Mdn memutus bebas dari segala tuntutan hukum terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan yang didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Primer Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi Jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP, dan Dakwaan Alternatif  Primer Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi Jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 65 Ayar (1) KUHP.

Menurut Siska, dibebaskannya terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu  pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan,  merupakan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dikatakannya,  Proyek Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan UPT Binjai sebesar Rp.4.480.000.000, yang berasal dari APBD Prov. Sumut Tahun 2020, selain Terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Kontruksi Provinsi Sumatera Utara juga ada 3 orang terdakwa dalam berkas Perkara No. No. 77/Pid.Sus/TKP/2021/PN Mdn yaitu,  Ir. Dirwansyah, M.M, Kepala UPT Jalan dan Jembatan Binjai Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara TA. 2020,  Agussuti Nasution, S.T, Staf pada UPT Jalan dan Jembatan Binjai Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara TA. 2020 dan Tengku Syahril, SE, Staf pada UPT Jalan dan Jembatan Binjai Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara TA. 2020. Dalam fakta-fakta persidangan ditemukan  4 orang terdakwa ini menerima aliran dana dari Belanja Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan UPT Binjai dimana terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan mendapatkan jumlah yang paling banyak yaitu sebesar Rp. Rp.1.070.000.000,Dirwansyah mendapatkan Rp.732.274.000,  Agussuti Nasution mendapatkan sejumlah Rp.105.000.000 dan Tengku Syahril mendapatlan sejumlah Rp.60.000.000. Akibat dari perbuatan ini merugikan Keuangan Negara sebesar Rp1.987.935.253,00.

Putusan ini, kata Siska juga membingungkan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum di Indonesia, serta mencederai rasa keadilan itu sendiri  karena 3 orang terdakwa lain dalam perkara ini justru dinyatakan bersalah dan dihukum masing-masing 1 (satu) tahun dan denda masing-masing sebesar Rp.50.000.000.

Siska mengatakan Muhammad Armand Effendy Pohan selaku Pengguna Anggaran mempunyai peranan yang penting dalam tindak pidana korupsi ini. 

Sebagai Pengguna Anggaran,kata Siska, Muhammad Armand Effendy Pohan mempunyai tugas diantaranya  menyetujui Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Rehabilitasi/Pemeliharaan Rutin Jalan, menyetujui Pekerjaan, memerintahkan Pembayaran, menunjuk PPTK dalam kegiatan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan, melakukan Pengeluaran  dan mengawasi  Pelaksanaan Anggaran SKPD yang dipimpinnya.  Serta  melakukan Pengelolaan Keuangan Daerah yang taat Pada Peraturan Perundang-Undangan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sesuai  dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 
Sehingga terjadinya tindak pidana korupsi rehabilitasi/pemeliharaan Jalan UPT Binjai yang telah merugikan keuangan negara hingga sebesar Rp.1.987.935.253,000. 
"Ini seharusnya menjadi tanggungjawab  Muhammad Armand Effendy Pohan selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Prov. Sumatera Utara, bukan hanya menjadi tanggungjawab 3 orang terdakwa yang diputus bersalah, apalagi dalam fakta persidangan Muhammad Armand Effendy Pohan menerima uang dari proyek ini", tegasnya.

"Tentunya ini fakta yang tidak boleh dikesampingkan oleh Majelis Hakim dalam mememutuskan perkara," tukasnya. 
Dipersidangan itu, sebagai pengamat hukum,  Siska sangat mengapresiasi Dissenting Opinion dari Hakim  Anggota Ibnu Khalik yang menyakini terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan terbukti bersalah melakukan dakwaan subsidair, Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana. 
 
Pelaksaanan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan UPT Binjai TA 2020 dengan anggaran sebesar Rp.  Rp.4.480.000.000 dilakukan pada saat kita baru  menghadapi pandemic Covid-19  yang mengharuskan masyarakat membatasi kegiatannya sehingga terjadi penurunan ekonomi. Pada saat itu pemerintah Prov. Sumatera Utara melakukan refocusing anggaran hingga sebesar Rp. 1,5 triliun untuk anggaran penanganan Covid-19, namun disatu sisi terjadi korupsi belanja  Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan UPT Binjai  yang merugikan keuangan negara hingga sebesar Rp.1.987.935.253,000,
"Ini sangat mencederai rasa keadilan, dan seharusnya mendapatkan hukuman yang berat. Kita menghormati proses hukum, dan berharap upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat berjalan lain", kata Siska.

Semoga Hakim Kasasi yang akan memeriksa dan memutus dan mengadili perkara ini nanti bisa memberikan putusan yang adil bagi rakyat Indonesia, pungkasnya.
Terkait kebijakan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang mengatakan akan mengembalikan jabatan Effendi Pohan sebagai Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPPTSP) Provinsi Sumut, menurutnya bukanlah kebijakan yang benar. 
 
Effendi Pohan tidak layak lagi menjadi pimpinan. Harusnya di "non job" kan. Kuat dugaan akan terjadi lagi kasus yang sama di dinas yang dia pimpin saat ini, tutupnya.(Ra/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini