PT. INDONESIA ASAHAN AIUMINIUM (INALUM) TERDUGA KUAT GELAPKAN DANA ENVIROMENTAL FUND '772 MILYAR RUPIAH'

Editor: metrokampung.com

Toba, metrokampung.com
Sejarah Berdirinya Otorita Asahan
Pada pemerintahan Soeharto, melakukan survey dan penelitian pabrik sekaligus peleburan alumanium pada bulan Agusutus 1970. Dengan pembentukan Tim Teknis Pembangunan PLTA Asahan dan proyek Aluminium pada tanggal 3 April 1971. Otorita Asahan dibentuk dari tindak lanjut Master Agremeent PLTA dan Peleburan Alumanium Asahan yang ditandangani oleh Wakil ketua Badan Koordinasi Penanaman  Modal (BKPM) pada tanggal 7 Juli 1975.  

Otorita Pengembangan Proyek Asahan, ketika itu disebut Otorita Asahan dan Badan Pembina Proyek Asahan yang bertindak dan atas nama Pemerintah RI dan para penanam modal di Tokyo.
 
Otorita Asahan adalah  lembaga Pemerintah yang dibentuk berdasarkan  master Agreement 7 juli 1975  dan Keputusan Presiden (KEPRES)  No. 5 Tahun 1976 tanggal 22 Januari 1976 dengan tugas pokok dan fungsi adalah  sebagai lembaga yang menyelenggarakan pembinaan,  pengembangan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan pusat listrik tenaga air dan peleburan alumanium  Asahan. 

Otorita Asahan yang langsung dibawah Presiden  dalam melaksanakan tugasnya, Otorita bertanggungjawab kepada Presiden melalui Badan Pembina. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, Otorita menerima dan mengindahkan petunjuk-petunjuk Badan Pembina.


Namun seiring dengan perjalanan waktu sejak Tahun Anggaran 2000 hingga Tahun Anggaran 2001,  pendanaan Otorita Asahan tidak lagi melalui APBN, tetapi didapatkan dari PT INALUM.  

PT. INALUM akan mengganti bagian dari pengeluaran Otorita Asahan atas jasa yang telah diberikan kepada PT INALUM  kecuali untuk pengeluaran pemerintah dan administrasi yang dilakukan Otorita Asahan seperti izin dan lain-lain. 

Selain itu, Otorita Asahan juga mendapatkan biaya program  pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar Proyek Asahan. Disamping itu Otorita Asahan yang langsung bertanggungjawab langsung kepada presiden.

Berdasarkan MOU Otorita Asahan dan PT. Inalum tanggal 7 Desember 1999 dan Stakeholders Forum tanggal 26 Maret 2002, Otorita Asahan memiliki kewenangan  dalam mengelola dana –dana dari PT. INALUM, yaitu  :

1.Dana pengganti (reimbursement) dari PT Inalum, yaitu dana yang diperuntukkan biaya rutin operasional Otorita Asahan, antara lain gaji pegawai, keperluan kantor, biaya perjalanan dan sebagainya.
2.Pengelolaan Dana Lingkungan (Enviromental Fund)  yaitu dana yang diperoleh dari premi penjualan aluminium dalam negeri (porsi Indonesia) Dana ini diperuntukkan bagi kegiatan konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar Proyek Asahan.
3.Dana pengembangan (Development Fund), yaitu dana yang diperoleh dari premi penjualan aluminium porsi dalam negeri yang diekspor ke negara ketiga (bukan Jepang) karena tidak terserap pasar domestik. Dana ini diperuntukkan bagi pengembangan Proyek Asahan, meliputi antara lain studi/pengkajian, koordinasi dan perencanaan lintas sektor dan wilayah, serta tim kerjasama/negosiasi Proyek Asahan.
Akan tetapi, dana yang didapat dari PT. INALUM tidak mengikuti mekanisme APBN dan Dana Pengembangan terdapat kelemahan dalam pengelolaan keuangan sejak tahun 2000 sampai saat ini.  Hal ini sangat bertentangan dengan KEPRES No. 5 tahun 1976 yang menyatakan bahwa pembiayaan Otorita Asahan dibebankan kepada Anggaran Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan berkordinasi dengan 10 (sepuluh) Kepala daerah Kabupaten/Kota yang ada di kawasan PT. INALUM.
 
Kemudian, berdasarkan  hasil  Audit BPK tahun 2013  terdapat dana sebesar Rp. 772 miliar  yang tidak disetorkan Otorita Asahan  ke Kas Negara dimana Rp.262 miliar diblokir oleh Kejagung, dikawatirkan penggunaan dana ini tidak transparan dan akuntabel serta berpeluang untuk dikorupsi.
 
Berdasarkan tabel diatas dan hasil pemeriksaan BPK  RI diketahui bahwa dana tersebut langsung dikelola dan digunakan oleh Otorita Asahan tanpa disetor terlebih dahulu ke Kas Negara atau  tanpa didasari dengan undang-undang/peraturan/ketentuan penerimaan dan pengelolaan Keuangan Negara.  
Penempatan dana pada Deposito Bank sebesar Rp. 691 miliar menjadi makanan empuk bagi Otorita Asahan untuk dinikmati tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Sebagai salah satu lembaga pemerintah, Otorita Asahan dalam pengelolaan enviromental fund tidak mengikuti mekanisme APBN dan terdapat kelemahan dalam pengelolaan keuangan.  Hal ini sangat bertentangan dengan  KEPRES No. 5 Tahun 1976 yang  menyatakan bahwa pembiayaan Otorita Asahan dibebankan kepada anggaran Badan kordinasi penanaman modal.

"Sungguh ironis dana kekayaan daerah  berupa Anuual fee,  Excess Power, Environmental Fund dan Development Fund  yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat terutama di 10 (sepuluh) kabupaten/Kota kawasan PT. INALUM yg berada di Tujuh Kabupaten sekitar Danau Toba dan Tiga Kabupaten dihilir Sungai Asahan tidak bisa digunakan ditengah masih banyaknya masyarakat miskin yang ada di Kabupaten/Kota tersebut, " ungkap James Travo.   

Pegiat media sosial itu mengharapkan,  "jika peran serta masyarakat yang ada di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Toba sangat  dibutuhkan  untuk mengawasi penggunaan dana tersebut yang berada di kawasan Operasional PT. INALUM,  tidak bisa diam saja melihat penyimpangan yang dilakukan oleh Otorita Asahan ini dan Perseroan.  

"Bayangkan sejak Tahun Anggaran 2000/2001,  pendanaan Otorita Asahan tidak lagi melalui APBN, tetapi didapatkan dari PT INALUM.  Otorita Asahan juga mendapatkan biaya program  pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar Proyek Asahan. Disamping itu Otorita Asahan merupakan Badan yang mewakili pemerintah RI yang langsung bertanggungjawab kepada  presiden menjadikannya seperti lembaga superpower. Pemerintah Daerah  dan Pemerintah Propinsi tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi kebijakan yang ada di Otorita Asahan," tegasnya.

Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Toba Parulian Siregar saat dihubungi pada Minggu (1/5/2022) menjelaskan, jika dirinya harus berkoordinasi dulu dengan Bupati. "Belum bisa saya menanggapi, karena data-data pendukung belum kita miliki saat ini".

"Namun, kita tetap pokus untuk pendataan pendapatan daerah Kabupaten Toba dari berbagai sektor. Bersabar lah, karena saat ini kita masih libur menyambut hari raya Idul Fitri tegas mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Toba itu mengakhiri.

Ditempat berbeda Humas PT. Inalum Iqbal Harahap saat di mintai tanggapan melalui pesan What'app terkait dana Enviromental Fund yang kini sedang di persoalkan, tidak berkenan menjawabnya, dirinya memilih bungkam".

Dirkrimsus Polda Sumut Kombes Pol John Nababan saat dimohon tanggapanya melalui pesan What's app pada Minggu (1/5/22) sekira jam '11,23' hingga jam '14 WIB'  tidak berbuah  hasil.

Seperti dilansir jelajahnews.id, pada Kamis (28/4/2022) dituliskan ‘PT Inalum bersukaria karena Danau Toba surplus sumber energi hidro, namun setorannya berupa ‘Enviromental Fund’ untuk warga Toba tak jelas/macet’.

Dalam ulasan menyebut, jika Dana Lingkungan PT Inalum senilai kurang lebih Rp 772 Milyar mestinya diberikan kepada warga Kabupaten Toba. Bahkan, diluar dana lingkungan, ‘annual fee’ atau dana tahunan yang bersumber dan diperoleh masyarakat sebagai dana bagi hasil dari pajak permukaan air.

Dana lingkungan bersumber dari premi penjualan aluminium dalam negeri (porsi Indonesia). Sementara dana itu diperuntukkan bagi kegiatan konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar proyek Asahan.

Selain itu, pencairan dana tersebut alurnya adalah dari PT Inalum mentransfer ke Lembaga, kemudian disalurkan kepada masyarakat sekitar Danau Toba dan Wilayah Sungai Toba Asahan, hal ini seperti termaktub dalam Perjanjian Induk dan hal tersebut sudah non akif dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 tahun 2018.
Tapi, alih-alih demikian diduga kesepahaman ternyata melenceng dan menuai masalah yang disebabkan oleh PT Inalum dan Otorita Asahan yang tidak mematuhi kesepahaman tersebut.

Sehingga, terhitung sejak tahun 1999 hingga 2012 dan tahun 2013 hingga 2022 ditemukan banyak persoalan-persoalan maupun kejanggalan, dana lingkungan yang tertunggak ditaksir mencapai Rp 772 Miliar.
Namun, diperoleh informasi bahwa Otorita Asahan ternyata sudah bubar dan tidak berfungsi lagi sejak PT Inalum menjadi perusahaan BUMN tahun 2013.

PT Inalum hanya mencairkan dana recehan berupa Corporate Social Responsibility (CSR). Padahal, perusahaan ini seharusnya membayarkan ‘Annual Fee’ kepada masyarakat. Namun, sejak perusahaan itu di nasionalisasi menjadi perseroan tahun 2013, sistim penyetoran dananya sudah diutak-atik dan menjadi semakin tak jelas.

Sementara itu, hasil audit BPK RI bekerjasama dengan Tim Investigasi (Pansus) bulan Februari tahun 2013, ditemukan, bahwa dana lingkungan PT Inalum sempat mengendap dalam beberapa rekening pribadi, dan oknum sebagai bagian dari kapitalis/oligarki. Namun, setelah adanya temuan atas ketidak transparanan pencairannya, dana itu kemudian diblokir oleh Kejaksaan Agung RI.(rel/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini