Medan, metrokampung.com
Direktur LBH Marhaenis Sumatera Utara Makmur Malau, SH yang juga merupakan kuasa hukum dari mahasiswa korban pemecatan dan skorsing mahasiswa UnPri Medan,ditemui pada Sabtu 21 Oktober 2023 di Medan mengatakan mahasiswa di Medan belum merdeka pasal nya mahasiswa belum bebas berorganisasi dan menyampaikan pendapat nya. Hal itu dikatakan Makmur Malau menanggapi tindakan pemecatan dan skorsing oleh pihak UNPRI Medan kepada mahasiswa nya yang melakukan demo atau unjuk rasa penolakan parkir di lingkungan kampus nya.
Pembungkaman mahasiswa itu pemicunya diduga karena Nebur Fine, Naomi, Ria Aglina Sitorus bersama teman-teman nya mendirikan GMNI di UNPRI Medan, pihak kampus melarang dengan alasan tidak mendapat ijin dari Rektorat, namun Nebur Fine , Naomi, dan Ria tetap kukuh karena tahu bahwa kebebasan berorganisasi dijamin oleh konstitusi.
Direktur LBH Marhaenis Sumatera Utara Makmur Malau, SH yang juga merupakan kuasa hukum dari mahasiswa korban pemecatan dan skorsing mahasiswa UnPri Medan,ditemui pada Sabtu 21 Oktober 2023 di Medan mengatakan mahasiswa di Medan belum merdeka pasal nya mahasiswa belum bebas berorganisasi dan menyampaikan pendapat nya. Hal itu dikatakan Makmur Malau menanggapi tindakan pemecatan dan skorsing oleh pihak UNPRI Medan kepada mahasiswa nya yang melakukan demo atau unjuk rasa penolakan parkir di lingkungan kampus nya.
Pembungkaman mahasiswa itu pemicunya diduga karena Nebur Fine, Naomi, Ria Aglina Sitorus bersama teman-teman nya mendirikan GMNI di UNPRI Medan, pihak kampus melarang dengan alasan tidak mendapat ijin dari Rektorat, namun Nebur Fine , Naomi, dan Ria tetap kukuh karena tahu bahwa kebebasan berorganisasi dijamin oleh konstitusi.
Pihak kampus tampak nya gerah dengan Nebur Fine, Naomi, Ria Anglina dkk dan mencari moment untuk menekan.
Puncak nya saat mahasiswa melakukan demo parkir berbayar di kampus pada tanggal 15 Juni 2023, dimana sorenya kemudian pihak kampus melakukan pemecatan dan skorsing kepada Ria dan teman mahasiswa nya.
Pelarangan beroganisasi dan tindakan pemecatan maupun skorsing itu merupakan perampasan atau penjajahan terhadap kemerdekaan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Dan ironisnya itu terjadi di era demokrasi di Indonesia yang saat ini sangat ultra liberal multi partai ini.
Pihak terkait seyogianya responsip atas masalah ini baik itu pemerintah, Legislatif , Komnas HAM ,Kemendikbud maupun pihak lain nya.
Seharusnya ini menjadi perhatian nasional, karena kalau ini dibiarkan maka kemungkinan upaya pembungkaman atau pelarangan berorganisasi atau bersuara akan menjalar ke kampus lain di Sumatera Utara bahkan bisa jadi di seluruh daerah di Indonesia. Dan jika itu terjadi maka gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral yang kritis akan mati suri.
GMNI merupakan organisasi ektra kampus yang sah di negara ini dan telah tersebar di kampus kampus di seluruh Indonesia terutama di kampus yang ternama.
GMNI sebagai wadah organisasi yang menempa mahasiswa menjadi pemimpin telah menghasilkan tokoh tokoh di negara RI bahkan saat ini ada alumni nya yang menjadi Capres pada pemilu presiden 2024.
Menjadi tanda tanya kenapa UNPRI Medan ini terkesan alergi dengan GMNI yang berazaskan Marhaenisme ajaran Bung Karno.
Parkir berbayar dikampus tidak layak dan tidak lazim serta semakin menegaskan bahwa kapitalisasi dunia pendidikan sudah masuk sedemikian gawatnya di Republik ini.
"Setahu saya mahasiswa tidak ada kampus yang menerapkan parkir berbayar kalau gedung perkuliahan nya memang murni untuk dunia pendidikan ya, dan kalau mahasiswa menolak nya itu merupakan hal yang wajar. Ini nasib para mahasiswa yang jadi korban menjadi terkatung katung karena yang dipecat tidak diberikan transkip nilai dan yang diskors yang mau pindah tidak diberikan surat pindah.
Para korban berharap agar hak mahasiswa tersebut dikembalikan ke pada keadaan semula dengan mendapatkan kembali kemerdekaan nya yang dirampas yaitu hak berorganisasi dan menyampaikan pendapat nya.(rel/tim)