Kualuh Leidong, metrokampung.com
Solidaritas Mahasiswa Anti Diskriminasi (SOMAD) Labura menilai PT SSJL (Sumer Sawit Jaya Lestari) Kualuh Leidong abai terhadap regulasi dan undang-undang di republik Indonesia ini.
Sebelumnya berdasarkan investigasi di lapangan, tim investigasi SOMAD Labura menemui salah satu tekong kapal motor yaitu sdr. Deman bahwasanya dia membenarkan beliau salah satu tekong bot yang bekerja mengangkat TBS dari lahan sdr akok. Yang Somad Labura duga sampai saat ini menguasai kawasan hutan lindung di desa tanjung mangedar untuk perkebunan kelapa sawit tanpa izin dari kementerian atau lembaga berwenang terkait pengelolaan kawasan hutan.
Sebagaimana telah kita ketahui pemerintah pusat melalui menteri kehutanan terus menerus mengingatkan agar pabrik pengolah sawit tidak membeli TBS yang kebunnya berada di dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Langkah ini dimaksudkan untuk menghentikan adanya perambahan hutan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Namun hal tersebut tidak pernah di indahkan oleh pihak PT. SSJL yang berada di kecamatan Kualuh Leidong, kabupaten labuhanbatu Utara, dan malah mengabaikan larangan ini, sebagaimana telah di atur oleh undang-undang no 18 tahun 2013 pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Pada audiensi tersebut pihak PT. SSJL yang diwakili oleh manajer (Rahman) mengatakan ;
" Aspirasi saudara-saudara nantinya akan saya sampaikan ke owner, Karena saya di sini hanya pekerja tidak lebih dari itu," ungkapnya.
Mendengar hal tersebut aktivis SOMAD LABURA Maulidi Azizi menganggap audiensi pada saat itu dianggap tidak relevan dan buang-buang waktu saja, sebab pihak yang di ajukan oleh pihak PT. SSJL tidak berkompeten menjawab persoalan dan aspirasi yang di sampaikan oleh SOMAD LABURA.
Tidak sampai di situ pihak SOMAD Labura juga menanyakan kepada pihak perusahaan PT. SSJL tentang perizinan perusahaan, yang mana kita ketahui bersama pada Permentan no 98/Permentan/OT.140/9/2013 pedoman perizinan usaha perkebunan pasal 11 ayat (1) menyatakan : Usaha industri pengolahan hasil perkebunan untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana yang dimaksud pada pasal 9 harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% dari keseluruhan bahan baku yang di butuhkan berasal dari kebun yang di usahakan sendiri.
Akan tetapi manajer PT. SSJL menyatakan bahwa perusahaan tersebut bahwasanya mereka tidak memiliki lahan perkebunan sendiri.
Ketua Somad Labura (Maulidi Azizi) menyatakan
" Sungguh banyak kejanggalan yang terorganisir pada PT. SSJL ini dan kami menganggap perusahaan ini benar benar telah mengenyampingkan regulasi dan undang-undang yang ada di republik ini. ternyata hari inipun kami melakukan klarifikasi melalui audiensi sama sekali juga tidak menemui jawaban dan fakta pembelaan dari pihak perusahaan tersebut. Dan kami pastikan audiensi hari ini dianggap gagal, dan kami SOMAD Labura akan segera meminta RDP (Rapat dengar pendapat) pada DPRD kabupaten labuhanbatu Utara agar persoalan ini dapat terang benderang di bahas untuk di dapat kesimpulan yang konkret berdasarkan regulasi dan undang-undang yang berlaku di negara kesatuan Republik Indonesia ini, apakah Perusahaan ini di berikan sanksi ataupun di tutup," tegas Azizi.
Suandi Simbolon/MK
Solidaritas Mahasiswa Anti Diskriminasi (SOMAD) Labura menilai PT SSJL (Sumer Sawit Jaya Lestari) Kualuh Leidong abai terhadap regulasi dan undang-undang di republik Indonesia ini.
Sebelumnya berdasarkan investigasi di lapangan, tim investigasi SOMAD Labura menemui salah satu tekong kapal motor yaitu sdr. Deman bahwasanya dia membenarkan beliau salah satu tekong bot yang bekerja mengangkat TBS dari lahan sdr akok. Yang Somad Labura duga sampai saat ini menguasai kawasan hutan lindung di desa tanjung mangedar untuk perkebunan kelapa sawit tanpa izin dari kementerian atau lembaga berwenang terkait pengelolaan kawasan hutan.
Sebagaimana telah kita ketahui pemerintah pusat melalui menteri kehutanan terus menerus mengingatkan agar pabrik pengolah sawit tidak membeli TBS yang kebunnya berada di dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. Langkah ini dimaksudkan untuk menghentikan adanya perambahan hutan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Namun hal tersebut tidak pernah di indahkan oleh pihak PT. SSJL yang berada di kecamatan Kualuh Leidong, kabupaten labuhanbatu Utara, dan malah mengabaikan larangan ini, sebagaimana telah di atur oleh undang-undang no 18 tahun 2013 pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Pada audiensi tersebut pihak PT. SSJL yang diwakili oleh manajer (Rahman) mengatakan ;
" Aspirasi saudara-saudara nantinya akan saya sampaikan ke owner, Karena saya di sini hanya pekerja tidak lebih dari itu," ungkapnya.
Mendengar hal tersebut aktivis SOMAD LABURA Maulidi Azizi menganggap audiensi pada saat itu dianggap tidak relevan dan buang-buang waktu saja, sebab pihak yang di ajukan oleh pihak PT. SSJL tidak berkompeten menjawab persoalan dan aspirasi yang di sampaikan oleh SOMAD LABURA.
Tidak sampai di situ pihak SOMAD Labura juga menanyakan kepada pihak perusahaan PT. SSJL tentang perizinan perusahaan, yang mana kita ketahui bersama pada Permentan no 98/Permentan/OT.140/9/2013 pedoman perizinan usaha perkebunan pasal 11 ayat (1) menyatakan : Usaha industri pengolahan hasil perkebunan untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana yang dimaksud pada pasal 9 harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% dari keseluruhan bahan baku yang di butuhkan berasal dari kebun yang di usahakan sendiri.
Akan tetapi manajer PT. SSJL menyatakan bahwa perusahaan tersebut bahwasanya mereka tidak memiliki lahan perkebunan sendiri.
Ketua Somad Labura (Maulidi Azizi) menyatakan
" Sungguh banyak kejanggalan yang terorganisir pada PT. SSJL ini dan kami menganggap perusahaan ini benar benar telah mengenyampingkan regulasi dan undang-undang yang ada di republik ini. ternyata hari inipun kami melakukan klarifikasi melalui audiensi sama sekali juga tidak menemui jawaban dan fakta pembelaan dari pihak perusahaan tersebut. Dan kami pastikan audiensi hari ini dianggap gagal, dan kami SOMAD Labura akan segera meminta RDP (Rapat dengar pendapat) pada DPRD kabupaten labuhanbatu Utara agar persoalan ini dapat terang benderang di bahas untuk di dapat kesimpulan yang konkret berdasarkan regulasi dan undang-undang yang berlaku di negara kesatuan Republik Indonesia ini, apakah Perusahaan ini di berikan sanksi ataupun di tutup," tegas Azizi.
Suandi Simbolon/MK