Spanduk penolakan Power Wheeling di kantor PLN Binjai. |
Binjai, metrokampung.com
Sejak isu Power Wheeling bergulir, gejolak protes pegawai PT PLN (Persero) khususnya yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP) terus bergema.
Protes juga datang dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SP PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Binjai. Perlawanan mereka ungkapkan dengan mengelar spanduk penolakan penerapan Power Wheeling atau dapat didefinisikan sebuah mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual listrik kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
DPC SP PLN UP3 Binjai dengan tegas menolak masuknya kembali usulan pemerintah terkait skema Power Wheeling dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Usulan skema Power Wheeling ini akan diatur dalam Pasal 29A RUU EBET.
Aksi Penolakan tersebut disimboliskan dengan pemasangan spanduk "Power Wheeling = Benalu" Jangan Biarkan Power Wheeling Menggerogoti Aset Bangsa, Suarakan Bersama,"Tolak Power Wheeling, Jaga Asset Strategi Bangsa."
Mengutip pernyataan yang disampaikan Ketua Umum DPP SP PLN, M Abrar Ali didampingi Pengurus SP PLN dari berbagai daerah, saat berkunjung ke Kantor Kementerian ESDM, Ketua DPC SP PLN UP3 Binjai, Ilham Kurniawan Panjaitan turut menyampaikan hal serupa.
"DPP SP PLN dan seluruh Jajaran SP PLN sangat menyayangkan kenapa usulan ini kembali digulirkan. Sebelumnya, skema Power Wheeling sempat ditarik dari usulan RUU EBET, setelah mendapat evaluasi dari Kementerian Keuangan," ungkap Ilham, Jumat (1/12/23).
Apalagi, lanjutnya, Kementerian Keuangan juga menganggap skema bisnis ini hanya merugikan PT PLN. Menteri ESDM Arifin Tasrif bahkan sempat menegaskan posisi pemerintah, tidak memasukkan skema power wheeling ke dalam RUU EBET.
Senada, Ketua Biro Hukum dan Advokasi SP PLN DPD UID Sumut Romy M Ginting menilai masuknya skema Power Wheeling dalam DIM RUU EBET memiliki subtansi bermasalah dan berpotensi merugikan masyarakat. Juga tidak selaras dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
"Seperti halnya yang terjadi pada UU No 22 Tahun 2001 tentang migas yang membuka pasar BBM di negeri jadi terbuka sehingga swasta dan asing boleh membuka SPBU untuk berjualan BBM. Kenyataannya juga tidak membuat harga BBM yang dijual swasta asing lebih murah dari harga jual BBM di SPBU Pertamina. Nyatanya sampai saat ini harga BBM non subsidi pada SPBU Pertamina tetap lebih murah dari SPBU swasta asing yang ada. Hal Ini saya diyakini juga akan berlaku pada saat penerapan Power Wheeling pada PLN," tegasnya.(dra/mk)