Curhat Guru ASN SMAN 1 Angkola Timur, Diintimidasi Kepsek Gegara Tak Ikut Dharma Wanita

Editor: metrokampung.com

SMA Negeri I Angkola Timur tempat Anita mengajar dan diduga diintimidasi kepsek. 

Medan, metrokampung.com
Nasib miris dialami Anita Surya Harahap, guru ASN di SMA Negeri 1 Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).

Sebab upayanya untuk mendapatkan hak yang telah diperjuangkannya bertahun-tahun, seperti tak ada harapan. Semua terjadi karena sikap oknum kepala sekolahnya berinisial ZH yang dinilai terlalu arogan dan otoriter.

Akibatnya kini, Anita tak berdaya hanya karena dirinya menolak mengikuti kegiatan Dharma Wanita yang dibentuk ZH. 

Padahal Anita telah berterus terang ketidakikutan dirinya dikarenakan tidak mampu lagi membayar akibat banyaknya utang dirinya. Namun alasan tersebut justru memicu petaka baginya.

"Pada 18  Desember 2023 ibu kepala sekolah SMAN 1 Angkola Timur membentuk kegiatan Dharma Wanita untuk pertama kalinya. Saya sudah konfirmasi ke bendahara Dharma Wanita saya tidak mampu mengikuti kegiatan tersebut karena banyaknya iurannya wajib di SMAN 1 Angkola Timur seperti iuran koperasi sekolah Rp100 ribu dan iuran sosial Rp 20 ribu dan pengutipan dana sosial seperti meninggal orangtua guru, Satpam, kebersihan sekolah dan murid minimal Rp 50 ribu, pernikahan dan kelahiran anak minimal Rp20 ribu serta perpisahan pensiunan guru minimal Rp 30 ribu," uraianya sedih.

Artinya, kata Anita, untuk kegiatan sosial saja dirinya harus menyisihkan penghasilannya dan iuran setiap bulannya minimal Rp 120 ribu.
"Padahal gaji bulanan saya saja sudah dipotong Bank Sumut. Jadi sisanya tinggal Rp 200 ribu lagi setiap bulan yang saya terima. Apalagi waktu itu saya belum sertifikasi, masih dalam tahap pendidikan PPG," ungkapnya.

Atas penolakan itu, lanjutnya, keesokan harinya guru Bidang Studi Fisika ini mendadak dipanggil kepala sekolah  ke ruangannya. Ia kemudian dicecar pertanyaan seputar penolakannya tidak ikut Dharma Wanita.

"Saya menyebutkan saya tidak mampu dengan iuran Rp 50 ribu perbulan. Namum kepsek tidak mau dengar alasan saya dan langsung mengancam saya harus meneken pernyataan dikeluarkan dari SMAN 1 Angkola Timur dan segala kepentingan saya yang berurusan kepala sekolah misalkan tekenan tidak akan diteken kepala sekolah. Ya bu saya jawab. Terima kasih bu,"ujar Anita.
 
Lalu iapun keluar dari ruangan dan menangis di kantin samping SMAN 1 Angkola Timur.
Di tengah kegalauan dan kebuntuan, sebagai sarana untuk mencurahkan itu semua, Anita lantas memosting permasalahannya  di akun facebooknya, termasuk ancaman yang dilontarkan kepsek kepadanya.

”Saya dikeluarkan dari SMAN 1 Angkola Timur hanya karena tidak ikut Dharma Wanita, apakah itu adil ?. Padahal saya ASN bukan honorer," katanya menjelaskan isi postingan yang diungganya di media sosial.

Kemudian ia kembali memosting lagi bertuliskan "Mohon maaf anak-anak wali ibu. Saya mungkin tidak bisa memproses raport kalian lagi karena ibu sudah dikeluarkan ibu kepala sekolah dari semua kegiatan di SMAN 1 Angkola Timur”.

Atas postingan itu, komentar warganet atau netizen pun bermunculan, hingga ada komentar dari teman kuliahnya menyarakan agar Anita konsultasi dengan teman mereka lainnya yang selama ini concern mengkritisi penyimpangan di dunia pendidikan.

Bahkan rekannya itu juga menyarankan agar Anita menghapus postingan tersebut agar tak memicu permasalahan lain.

Namun Anita baru menghapus postingannya keesokan hari pada pukul 07.30 WIB. Karena malamnya ketiduran usai menangis seharian. 
Tanggal 19 Desember 2023 seperti biasanya karena di rumahnya susah sinyal, ia yang biasa nongkrong di kafe-kafe di kota Padang Sidimpuan mengerjakan SKP-nya dan SKP temannya.

"Tapi begitu saya membuka SKP e-kinerja sudah status draft. Padahal hari itu sudah mau siap tinggal bukti dukung di bulan November. Saya nangis lagi. Mengingat banyaknya karya saya setahun ini. Ternyata semuanya nol di draft dan tidak bisa masuk ke akses SKP kinerja. Lalu saya chat ibu Kepsek, tapi tidak ada jawaban sama sekali dan tidak di baca," tuturnya. 

Sehari kemudian di tanggal 20 Januari 2024 sekitar pukul 14.00 WIB, waktu guru menyiapkan pengisian e-Rapor.

"Sebagai wali kelas saya harus bekerja karena belum ada surat pernyataan yang resmi saya berhenti wali kelas. Saya tetap datang ke sekolah untuk memprint raport anak wali kelas saya sore pukul 16.00 sampai 18.00 WIB. Saya di sekolah memprint e-raport tersebut. Kemudian besoknya jam 08.00 saya letakkan raport  tersebut di meja kepala sekolah kebetulan ibu itu keluar ruangan. 

Dan dia tidak mau meneken raport tersebut karena bujukan wakilnya. Pada 22  Desember pukul 15.00 Wib baru ditekennya raport siswa tersebut. Tanggal 23 Desember jam 09.00 WIB oagi dibagi raport ke orang tua," sebutnya.

Setelah itu, Anita lantas berinisiatif menanyakan kepada kawannya di Cabdis Padangsidimpuan. Sialnya, pesan singkat melalui whatsApp tidak berbalas, sehingga ia berfikir tidak ada gunanya ke kantor tersebut.

"Biasanya kawanku ini akan menjawab semua chat saya dan mengasi solusi. Akan tetapi bapak itu tidak membalas hingga tanggal 31 Desember 2023 dan ibu itu tidak merubah SKP saya masih di draft. Hingga akhirnya pada 2 januari 2024, saya mengadu ke Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara," terangnya.

Sesuai peraturan di Disdik Provsu, ia kemudian melapor ke bagian penerima tamu dan menanyakan tentang bagian pengurusan SKP dan berupaya menemui Kabid SMA. 

Sayangnya si pejabat dikabarkan sedang keluar makan siang. Namun Anita diarahkan ke lantai empat untuk menemui pejabat di dinas bernama Ade yang mengurusi SKP. Lagi-lagi yang bersangkutan keluar hingga akhirnya ia menemui Susi.

"Saat bertemu itu beliau menanyakan kenapa di draft kepala sekolah. Lalu saya ceritakan alasannya. Dan beliau juga meminta Nomor hape kepsek kami. Nanti aku yang nelpon kepalamu kata beliau. Ya bu terimakasih saya bilang. Tapi ya begitu, tak ada perubahan SKP tersebut masih tetap di draft sampai sekarang," ujarnya kecewa.

Dengan hati kecewa, Anita kemudian turun ke lantai satu menemui Nia, yang bertugas di bagian e-Kinerja Kehadiran. Tapi lagi-lagi ia mengaku hanya sebagai operator.

"Jadi waktu saya lapor bahwa SKP saya di draft kepala sekolah, beliau bilang SKP hak paten kepala sekolah jadi hanya kepala Sekolah yang berhak atas SKP ibu. Karena tak ada kepastian, hari itu juga saya pulang ke kampung, meski saya masih mengharap ibu kepsek terketuk hatinya mengubah SKP saya," ucapnya lirih.

Selanjutnya, saat aktivitas sekolah dimulai pasca libur semester pada 4 Januari 2024, diawali dengan rapat rutin SMAN 1 Angkola Timur.
Ketika itu, kepsek mengucapkan kata sambutan dan menyampaikan nasehat-nasehatnya. Anehnya, tanpa banyak bicara, kepsek berdiri dan tanpa menanyakan jam mengajar Anita setelah lulus sertifikasi.

"Padahal tahun sebelumnya siapa yang lulus sertifikasi di tanyakan jam dan bagaimana kedepannya. Tentu saya berkecil hati. Dalam hati saya mengatakan, inilah balasan ibu. Saya harus kuat dan menerimanya. Dan saya langsung tanya wakil kurikulum bagaimana jamku kok tidak dibahas. Tidak bisa merombak kurikulum katanya. Aku diam aja. Dan pada 15 Januari 2024, dikeluarkanlah roster ternyata saya membawakan matematika dan muatan lokal pertanian, yang tidak ada linearnya dengan ijazah S1 saya bidang studi fisika," imbuhnya.

Namun Anita tetap berfikir positif dengan bergumam dalam hati bahwa pekerjaannya tidak melulu di sertifikasi. Terlebih ia masih punya gaji yang harus dipertanggung jawabkannya di akhirat.

"Karena itu dengan berat hati saya ajarkan bidang tersebut. Walau teman-teman saya tertawa karena habis pendidikan PPG yang tiga bulan saya alami dengan berat dan banyak ujiannya tetap tak ada hasilnya. Dan pada tanggal 17 Januari 2024 di panggil lagi saya ke kantor kepala sekolah. Kepsek bertanya apa mau saya. Saya bilang saya mau berdamai dan minta maaf sama ibu dan saya bersedia memosting di facebook saya Anita Surya Harahap mohon maaf kepada ibu Zahrona Harahap kepala SMAN 1 Angkola Timur. Tapi katanya itu ngak ada gunanya," kisahnya.

Setelah itu, kepsek menyuruhnya buat pernyataan. Namun ia ingat anjuran temannya, untuk tidak mau meneken apapun kalau tidak salah. Karena itu, Anita memutuskan keluar dari ruangan Kepsek dan menolak permintaan itu.

"Saat itu, kepsek marah dan mengancam akan menghadapkan saya ke Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara serta melaporkan saya ke polisi atas tuduhan UU ITE karena telah menyebarluaskan informasi instansi SMAN 1 Angkola Timur. Artinya, bisa saya simpulkan, tidak ada perdamaian di hati ibu ini dia hanya menekan saya, karena dia menganggap saya orang lemah tak ada beking dan uang," tandasnya.

Padahal, kata Anita, teman-temannya tidak masuk-masuk ke kelas mengajar nongkrong di suatu ruangan dan membiarkan kelas kosong tidak masalah bagi dia. Temannya sesama guru tidak hadir dalam hampir setahun karena mendampingi suaminya sakit, dan anak-anak dibiarkan kosong hampir setahun tanpa pengganti tidak masalah buat dia dan dilindunginya sehingga uang sertifikasinya cair 100 persen.

Kemudian, temannya juga melahirkan normal anak keempat cuti lebih dari 2 bulan di lindunginya, dibiarkan anak-anak tidak belajar dengan cuti selama 2 bulan lebih dicairkannya uang sertifikasinya 100 persen.

"Tapi saya hanya tidak ikut Dharma Wanita kehadiran 100 persen, SKP di draft jam linier tidak dikasih. Karena saya orang yang kecil. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Saya sangat berharap  saya mendapatkan keadilan seperti Guru ASN lainnya. Semoga curahan hati saya ini didengar orang-orang yang berkompoten dan berkenan membantu saya," pungkasnya sambil menangis.(dra/mk) 
Share:
Komentar


Berita Terkini