Eksekusi Lahan dan Bangunan di Desa Paya Perupuk Ricuh dan Terpaksa Ditunda

Editor: metrokampung.com
Ricuh : Eksekusi berlangsung ricuh, karena warga yang menempati lahan sengketa tersebut menolak untuk  dieksekusi. 

Langkat, Metrokampung.com
Proses eksekusi lahan dan bangunan di Desa Paya Perupuk, Kecamatan Tg. Pura, Kabupaten Langkat yang dilakukan para petugas dari PN Stabat berlangsung ricuh, Jumat (26/7/2024) pagi yang lalu, karena adanya perlawanan dari warga yang menempati lahan tersebut. Akibatnya, eksekusi itu pun terpaksa ditunda.
       
Para petugas dari PN Stabat hanya merobohkan tanaman dan pohon- pohon yang berada di atas lahan sengketa tersebut. Apalagi, salah seorang wanita paruh baya sempat naik ke atas alat berat sambil berteriak menolak eksekusi tersebut.
Keterangan Pers : Penasehat Hukum masyarakat, Sapril, SH saat memberikan keterangan pers kepada para wartawan. 

"Kami sudah menempati lahan ini sejak tahun 1967 yang lalu sesuai dengan surat izin garap dari Kepala Kampung Paya Perupuk. Ini surat aslinya, dan kami pun telah dan terus membayar Ipeda (Pajak Bumi dan Bangunannya). Tiap tahun Ipedanya kami bayar, pak. Jadi, kenapa kami  dieksekusi. Terus, kalau kami dieksekusi, kami mau tinggal dimana ? Yah, kalau kami dieksekusi terpaksalah kami tinggal dan tidur  dengan mendirikan tenda di jalan," ujar Kusniati, salah seorang warga kepada para wartawan.
       
Terkait dengan hal tersebut, kuasa hukum masyarakat, Sapril, SH pun menegaskan sudah melayangkan PK (Peninjauan Kembali), karena melihat ada kejanggalan dari surat kuasa penggugat.
Beri Keterangan : Kusniati (40), salah seorang warga yang bermukim di lahan sengketa tersebut saat memberikan keterangan sambil menunjukkan surat asli izin garap lahan yang dikeluarkan Kepala Kampung Paya Perupuk kepada para wartawan. 

"Menurut pandangan saya, surat kuasanya palsu. Karena itu, kami minta agar putusan kasasinya bisa ditinjau kembali," ujar Sapril.

Minta Peninjauan Kembali
Lebih lanjut, kepada para wartawan, di kantin depan PN. Stabat, Senin (29/7/2024), penasehat hukum masyarakat, Sapril, SH  memberikan keterangan pers kepada para wartawan. Katanya, menurut keputusan Mahkamah Agung (MA), warga menempati lahan itu secara ilegal sejak tahun 1967 yang lalu.
       
Namun, warga menolak dieksekusi karena masih mengajukan PK (Peninjauan Kembali).(BD) 
Share:
Komentar


Berita Terkini