Kejati Sumut Mengaku Akan Tindaklanjuti Kasus Dugaan Merugikan Negara Terlapor PT Jui Shin Indonesia

Editor: metrokampung.com

Medan, Metrokampung.com
Kasus dugaan merugikan pendapatan Negara melalui dugaan korupsi sumber daya alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup, terlapornya PT Jui Shin Indonesia Cs ke Kejati Sumut, dibuat Adrian Sunjaya (25), dengan didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf, pada 13 Juni 2024 lalu, saat ini semaksimal mungkin ditindaklanjuti Korps Adhyaksa tersebut, Kamis (11/7/2024). 

"Suratnya (laporan pengaduan) sudah di Pidsus (Kejati Sumut), sedang ditelaah, dipelajari secepatnya. Kami sudah semaksimal mungkin bekerja, membaca juga, kita berdasarkan fakta-fakta, bukan berarti kami tidak mau tahu dengan laporan itu," kata Juliana Sinaga selaku Jaksa di Kejati Sumut yang piket saat itu, juga sebagai corong Kajati Sumut Idianto SH. MH, Kamis (11/7/2024), di ruangan PTSP.

Hal tersebut di atas menjawab pertanyaan wartawan, mengapa kasus laporan terhadap PT Jui Shin Indonesia terkesan lama diungkap Kejati Sumut. 

Lanjut ditanya, apakah lama diungkap akibat adanya dugaan kongkalikong?

"Jangan berfikir seperti itu, surat-surat banyak juga yang masuk, bukan surat ini aja. Pasti ini saya sampaikan juga kepada Pimpinan, bukan berarti (Kejati Sumut) mau melama-lamakan, gak ada seperti itu,"
"Setelah dipelajari, apa hasilnya, nanti  tim yang mengetahui, bahwa surat sudah di Pidsus (Kejati Sumut) dipelajari dan ditelaah," terang Juliana Sinaga menambahkan bahwa Aspidsus Kejati Sumut saat ini dijabat Iwan Ginting.

Lebih jauh didapat informasi, ditanyakan, ada oknum Jaksa diduga malah berteman (dengan PT Jui Shin Indonesia) setelah menyelidiki kasus ini?. 

"Kita gak boleh seperti itu, kita gak boleh suudzon dengan orang, kita sudah percayakan kepada Kejaksaan Tinggi Sumut untuk menelaah, percaya kan lah kepada Jaksa yang bersangkutan menyelesaikan perkara ini, mudah-mudahan secepatnya diungkap sampai selesai, kita harus hati-hati dalam persoalan hukum ini," tutup Juliana Sinaga.

Kronologi 
Kasus ini berawal dari lahan milik Sunani sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara, pasir kuarsa di dalamnya dicuri, dengan sekaligus merusak lahan tersebut.

Lalu, korban (Sunani), menggandeng Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Mediator melaporkan ke Polda Sumut, sedangkan atas dugaan adanya menyebabkan kerugian pendapatan negara dan aroma korupsi, anak  Sunani bernama Adrian Sunjaya yang melaporkan ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK tetap didampingi Dr Darmawan Yusuf yang lulus dari fakultas hukum USU dengan predikat cumlaude baru-baru ini.

Diinvestigasi wartawan terkait PT Jui Shin Indonesia, ternyata Direktur Utamanya dijabat Chang Jui Fang, berkerjasama dengan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), dalam aktivitas memenuhi kebutuhan bahan baku produksi keramik PT Jui Shin Indonesia. Di PT BUMI, Chang Jui Fang juga sebagai salah satu pemilik saham perusahaan tersebut, dengan jabatan Komisaris Utama. 

Perusahaan tersebut (PT BUMI),  banyak melakukan penambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara, seperti di Desa Gambus Laut, dalam aktivitasnya peralatan PT Jui Shin Indonesia yang diturunkan bekerja.

Adanya kuat dugaan merugikan pendapatan Negara, selain melakukan penambahan diduga di luar wilayah izin, perusahaan tersebut juga diduga melawan hukum dengan tak pernah melakukan reklamasi dan pasca tambang sesuai aturan hukum yang berlaku. Karena diduga di luar wilayah izin melakukan pertambangan, pajak ke negara diduga dirugikan besar -besaran.

Masih ada lagi aktivitas pertambangan yang ujung-ujungnya diduga menguntungkan PT Jui Shin Indonesia, yakni pertambangan tanah kaolin di Kabupaten Batubara, tepatnya di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau.

Hampir sama modusnya dengan pertambangan yang di Kabupaten Batubara. Namum meski sudah diinformasikan ke Polda Sumut Ditreskrmsus dipimpin Kombes Pol Andry Setyawan, ironi sekali, sampai detik ini tak ada tindakan berarti.

Menanggapi dugaan PT Jui Shin Indonesia akan menumbalkan pekerja lapangannya, untuk dapat Direktur Utama  dan Komisaris Utama (Chang Jui Fang) tidak dijerat hukum?

Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf dimintai tanggapannya menegaskan, 
"Mana bisa perusahaan hanya buang badan ke karyawannya. Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability, apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,"
"Dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.” tetang Dr Darmawan Yusuf yang dikenal rajin memberikan edukasi hukum kepada masyarakat melalui berbagai saluran media sosialnya.

Alat Berat Ekscavator PT Jui Shin Indonesia Disita

Terkait laporan Sunani di Polda Sumut, melalui Ditreskrimum, dua unit alat berat ekscavator PT Jui Shin Indonesia sudah disita, lalu terhadap Chang Jui Fang sudah diterbitkan surat jemput paksa karena dua kali dipanggil selalu mangkir, tetapi sampai saat ini jemput paksa belum terlaksana.

Konfirmasi Kepada Chang Jui Fang
Karena Chang Jui Fang selalu diam ketika dikonfirmasi melalui selulernya, sejumlah wartawan pun berusaha mendatangi langsung ke kediamannya di Jalan Walet 4, Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Ternyata sampai disana, didapat lagi informasi, Chang Jui Fang (56), diduga melarikan diri ke luar Indonesia, disebut -sebut ke negara Tiongkok karena takut memenuhi panggilan Penyidik Polda Sumut.

Pihak RW Kapuk Muara juga mengatakan, Chang Jui Fang memang penduduknya dan saat ini banyak yang mencarinya.

Dikonfirmasi kepada pria bernama Haposan atas permintaan Chang Jui Fang, Haposan menjawab, “Pimpinan kami memang sdg ada business trip ke luar negeri….kira kira apa yg ingin di tanyakan atau sampaikan??” kata Haposan.

Namun Haposan tetap bungkam soal apa alasan Chang Jui Fang selalu mangkir atas panggilan Polda Sumut.

Haposan Cs Proses Dilaporkan 
Diketahui, berdasarkan rekaman yang diterima, Haposan ini merupakan salah satu di antara empat orang yang mendatangi rumah Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin belum lama ini.

Haposan dan tiga rekannya diduga menekan Kepala Desa Gambus Laut untuk membuat keterangan berbeda dengan fakta sebenarnya, bahwa tanah daerah tempat lain mau dipindahkan seolah-olah terjadi tumpang tindih dengan tanah Sunani, tetapi Kades Gambus Laut dengan tegas menolak bujukan tersebut.

Diduga lagi, tujuan Haposan Cs untuk mengaburkan penyidikan pihak kepolisian? Haposan Cs ini kabarnya juga sedang proses dilaporkan oleh Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin ke kepolisian.

Haposan Cs juga menyatakan bahwa bekas tambang pasir kuarsa yang sudah mirip danau buatan di beberapa lokasi, di Desa Gambus Laut, Desa Suka Ramai, dibuat kolam ikan, atas dasar surat kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut.

Menanggapi itu, Kepala Desa Gambus Laut, Zaharuddin membantah keras dengan menantang agar Haposan Cs bila berbicara harusnya disertai dengan bukti.

Dan bisa dipastikan, bahwa dokumen reklamasi dan pasca tambang terkait bekas tambang pasir kuarsa di Desa Gambus Laut bukan untuk dijadikan kolam ikan.

Kementerian ESDM Pastikan Di Luar Koordinat
Baru saja pihak Kementrian ESDM RI melalui Koodinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut, Suroyo menjelaskan kepada wartawan, bahwa aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara dilakukan di luar izin/koordinat.

Hal tersebut juga dijelaskan Inspektur Tambang Sumut saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Polda Sumut.

Pihak Inspektur Tambang Sumut sudah pula mengeluarkan surat teguran, dan nantinya untuk sanksi terhadap perusahaan tersebut oleh Gubernur Sumut.

Diketahui, dalam UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tidak Melaksanakan Reklamasi pascatambang, izin IUP atau IUPK bisa dicabut dan bisa diancam dengan pidana penjara 5 tahun dan denda 100 miliiar rupiah. (Ra/mk)
Share:
Komentar


Berita Terkini