MERASA JANGGAL, Putri Sulung Sempurna Pasaribu Melapor ke Polda Sumut

Editor: metrokampung.com

MEDAN - metrokampung.com 
Eva Meliani Br Pasaribu, putri sulung wartawan Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu melaporkan peristiwa pembakaran rumah yang menewaskan kedua orang tua, adik, dan anaknya ke Mapolda Sumut, Senin (8/7/2024).

Untuk diketahui, salah satu korban tewas dalam peristiwa tragis itu adalah Louin Arlando Situngkir. Balita berusia 3 tahun berjenis kelamin laki-laki tersebut merupakan anak kandung Eva Meliani, buah hatinya bersama sang suami, Rado Frandika Situngkir.
Kedatangan Eva Meliani ke Polda Sumut didampingi oleh Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara (Sumut). 

"Kami melaporkan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Rico Sempurna Pasaribu sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHPidana Juncto 187 KUHPidana," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Irvan Sahputra selaku kuasa hukum Eva Meliani.

Irvan menyebut, dugaan pembunuhan berencana ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, dalam investigasi KKJ Sumut, ditemukan rentetan fakta sebelum kebakaran itu terjadi. 

Salah satunya, Rico Sempurna sempat memuat berita lokasi judi di Jalan Kapten Bom Ginting, Kel. Padang Mas, Kec. Kabanjahe, Kab. Karo.
Berita berjudul "Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125/Si'mbisa" diunggah di laman berita Tribrata TV pada 22 Juni 2024. Dalam artikelnya, Sempurna Pasaribu menyinggung nama prajurit TNI berinisial HB.

"Setelah menerbitkan berita itu, Sempurna tidak pulang ke rumahnya. Dia mengamankan diri bersama beberapa rekannya. Itu karena adanya ancaman yang diterima korban dari seseorang yang diduga atas perintah bos besar judi di Karo," ungkap Irvan.

Pada 26 Juni 2024, korban sempat menulis pemberitaan soal unjuk rasa menuntut Kapolres Karo dicopot atas maraknya perjudian, prostitusi dan narkoba. Tulisan itu juga ia muat di akun Facebook pribadinya yang menyinggung soal lokasi judi yang diduga didalangi oknum prajurit TNI tadi.

"Ada info untuk operasional komando bebasnya lokasi perjudian depan asrama Batalyon tetap beroperasi.

Dapatkah dibenarkan buka lokasi perjudian untuk kepentingan operasional Komando seperti info diatas?.

Kurang biaya operasional kah Batalyon 125 Sim'bisa sehingga anggotanya harus membuka lapak perjudian?.

Aksi demo lintas agama hari ini akan ternodai dengan eksisnya lokasi perjudian asrama Batalyon.

Berikan komentar anda secara santun dan sopan untuk mewarnai lanjutan pemberitaan Oknum TNI kelola perjudian. Terimakasih," tulis Sempurna dalam kutipan postingannya.

Dalam rentetan itu, rekan korban pun sempat mendapat 'warning' bernuansa ancaman melalui pesan WhatsApp dari ketua ormas. Didalam pesan itu, ketua ormas menyebut bahwa korban dan rekannya sedang diikuti. Untuk itu, mereka diminta untuk tidak pulang ke rumah.

Namun, malam itu sekira pukul 23.35 WIB, korban tetap pulang ke rumah. Ia diantarkan oleh rekannya menggunakan mobil Avanza warna hitam. Rumah korban kemudian terbakar pada Kamis (27/6/2024) dinihari sekitar pukul 03.30 WIB. Korban bersama tiga anggota keluarganya ditemukan tewas terbakar di dalam satu kamar.

Lebih jauh, sesuai pengakuan putri korban, Irvan mengungkapkan bahwa korban dan istrinya sehari-hari membuka warung kelontong menjual BBM eceran, gas elpiji ukuran 3 kg dan kebutuhan hidup lainnya. Istri korban selalu mengamankan BBM eceran dan gas elpiji itu dengan menutupnya pakai kain basah.

"Ini sebuah kejanggalan. Logika sederhana, jika terjadi kebakaran, kenapa seolah tidak ada upaya korban untuk menyelamatkan diri?. Jadi pertanyaan besar, kenapa jenazah ditemukan di dalam satu ruangan kamar yang sangat kecil. Ini harus diusut," tegas Irvan.

Pasca kejadian, kata dia, sejumlah saksi diperiksa, salah satunya putri korban Eva Meliani. Pihaknya menyoroti prosedur pemeriksaan yang dilakukan polisi terhadap Eva yang dilakukan tanpa adanya surat panggilan resmi. Polisi hanya menghubungi Eva dari sambungan telepon WhatsApp.
 

Dalam pemeriksaan itu, Eva juga mengaku diintimidasi. Pertanyaan dari penyidik saat itu mengarahkan jawaban Eva harus mengamini jika peristiwa yang menimpa keluarganya adalah kebakaran murni.


"Ini merupakan pelanggaran prosedur oleh polisi. Sehingga kita membuat laporan kembali ke Polda Sumut, agar Eva dilakukan pemeriksaan ulang sebagai salah satu saksi," kata Irvan.


Selain itu, Irvan juga mengungkap informasi hasil investigasi KKJ Sumut bahwa salah satu saksi yang merupakan rekan korban yang mengantarnya pulang malam itu, juga mendapat perlakuan yang sama dari penyidik.


"Polisi meminta ponsel rekan korban dan menghapus pesan dari ketua ormas yang memperingatkan agar korban tidak pulang ke rumah. Tentu ini menjadi pertanyaan. Kenapa penyidik bisa diduga memaksa menghapus pesan itu? tanya Irvan.

Dalam kasus ini, Irvan menyebut bahwa Eva meyakini jika ayahnya tewas dibunuh kemudian rumahnya dibakar. Dia berharap kepolisian bisa mengusut tuntas kasus ini secara terang benderang. "Saya berharap Polda Sumut bisa mengungkap kasus ini. Saya masih tidak percaya jika ini merupakan kebakaran murni," ucap Irvan mengungkap pernyataan Eva.(amr)
Share:
Komentar


Berita Terkini