Catatan : Pardi Simalango
Karo, metrokampung.com
ABETNEGO Panca Putra Tarigan Tambak. Pria kelahiran 1976 silam ini adalah putra asli Karo yang sudah malang melintang berkecimpung di dunia birokrasi tingkat nasional. Label Tarigan yang tersemat dibelakang namanya, cukup menegaskan bahwa dirinya adalah Kalak Karo.
Ya, Abetnego Tarigan merupakan bebere Ginting, kempu Sembiring Kembaren, dan binuang Karo-Karo. Kuta kemulihen atau kampung halaman Abetnego ada di dua desa yang secara geografis terletak bersebelahan. Desa Cingkes, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun dan Desa Rumamis, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo.
Selepas menamatkan pendidikan di SMA Negeri 2 Pematang Siantar, Abetnego kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di Institut Bisnis Nusantara (IBN) Jakarta. Di sini, ia berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi. Ia juga meraih gelar Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia (UI).
Abetnego adalah pria cerdas nan tekun. Ketekunannya dalam berkarir sukses menghantarkan dirinya menjabat sebagai Direktur Eksekutif Nasional, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sejak 2012-2016. Jabatan ini menjadi cikal bakal Abetnego akhirnya dilirik oleh istana.
Skill mumpuni seorang Abetnego, sejalan dengan WALHI sebagai organisasi lingkungan yang ternama, terbesar, sekaligus tertua di Indonesia. Organisasi ini punya segudang prestasi dalam penanganan lingkungan yang punya kaitan erat langsung ke masyarakat.
Setelah jabatannya berakhir di WALHI pada 2016 silam, Abetnego ditugaskan di Kantor Staf Presiden (KSP). Mengawali tugas sebagai Tenaga Ahli Utama, Abetnego telah banyak berperan membantu masyarakat Karo. Ia terjun langsung mengatasi berbagai persoalan urgen.
Tak dapat dipungkiri, Abetnego yang akhirnya diangkat sebagai Deputi II KSP, begitu banyak berperan membantu penanganan pengungsi korban erupsi gunung Sinabung di tengah lambannya pemerintah daerah dalam melakukan upaya penanganan selama bertahun-tahun.
Tak hanya itu, Abetnego juga berperan penting dalam membantu upaya perwakilan masyarakat Liang Melas Datas (LMD) di Kabupaten Karo untuk bertemu langsung dengan Presiden RI, Joko Widodo di Istana Negara.
Dengan membawa truk berisi "oleh-oleh" sebanyak 3 ton buah jeruk kepada Presiden RI, Abetnego memuluskan rencana masyarakat menyampaikan aspirasi ke Presiden RI terkait kondisi jalan desa mereka yang rusak parah yang berdampak bagi warga di enam desa dan tiga dusun di LMD.
Tanah Karo Rumah Besar Abetnego
Sosok Abetnego seyogianya masih sangat dibutuhkan istana. Sebab, ia pribadi yang tekun, bertanggung jawab, dan mampu menyelesaikan tugas yang diemban. Namun ia lebih memilih untuk pulang dan membangun Kuta Kemulihen, Taneh Karo Simalem. Keinginan pulang yang sudah lama ia idam-idamkan.
Tanah Karo tentu sangat beruntung memiliki putra daerah yang cerdas sekelas Abetnego. Cukup disayangkan jika rakyat Karo tak membuka mata untuk melihat potensi luar biasa yang ia miliki. Abetnego punya wawasan dan SDM luar biasa yang dapat merubah Karo ke arah yang lebih baik.
Memang, Abetnego lebih banyak berkarir di Jakarta. Namun hal itu semata-mata untuk membekali diri dengan seabrek ilmu pengetahuan yang akan diterapkan untuk membangun kampung halaman. Seperti kebanyakan orang muda Karo yang juga merantau ke berbagai daerah di luar Karo seperti Pulau Jawa.
Tentu, hal itu tak serta merta akan menghilangkan kinikaron orang-orang Karo yang telah banyak mengecap pendidikan di luar sana. Belum pulang hanyalah masalah waktu. Konotasi "orang luar" yang kerap dilontarkan lawan politik di setiap Pilkada, pantas di cap sebagai kampungan.
Tanah Karo adalah rumah besar bagi Abetnego Tarigan. Ia hanya pergi sebentar. Abetnego paham betul persoalan yang mendera Kabupaten Karo saat ini. Selain memiliki jaringan birokrasi yang tak main-main "di atas", Abetnego juga punya bekal pengalaman mengatasi berbagai persoalan daerah. (amr)