Karo, metrokampung.com
Perjalanan hidup Edy Suranta Bukit dimasa muda ternyata jauh berbanding pada kehidupan saat ini. Di usianya yang masih tiga tahun, Edy harus menerima kenyataan perceraian kedua orang tuanya. Ya, Edy berasal dari keluarga broken home. Hal ini diungkapkan cawabup Karo dari paslon 1 (ABDI) saat Live Streaming Podcast Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jalan Kapten Pala Bangun Kabanjahe, Selasa (29/10/2024) kemarin.
"Kalau diingat-ingat, sedih pendeta. Saat usiaku baru berumur tiga tahun, bapak dan mamak bercerai. Makanya aku sama Iting (nenek). Sampai kelas 6 SD, aku sama Iting tinggal di Tigapanah. Kami dua orang, adekku waktu itu umur dua tahun," kenang Edy terenyuh dengan mata berkaca-kaca kepada host Podcast Moderamen GBKP.
Edy yang bertumbuh, mulai duduk di bangku sekolah dasar. Setiap hari, ia harus membantu sang nenek untuk berbagai pekerjaan demi kelangsungan hidup. Namun, ia kembali harus menerima kenyataan pahit. Iting-nya dipanggil Yang Maha Kuasa saat ia kelas 6 SD. Ia pun tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Beruntung, ibu tirinya sayang sama Edy.
"Singkat cerita, setelah dewasa, aku menikah. Kami tinggal di Medan, di daerah Simalingkar, Jalan Bawang 5. Waktu itu, aku sama istri sempat bekerja di pajak pagi untuk biaya hidup. Dulu ada jemaat GBKP Sei Padang, Pdt. Sadakata. Dia itu impalku. Dia kasi kami kerjaan di pajak itu," ungkap Edy.
Kegigihan dalam bekerja serta kemampuannya melihat berbagai peluang bisnis, secara perlahan mengakhiri situasi sulit hidup Edy bersama sang istri. Dari kehidupan yang bukan apa-apa menjadi luar biasa. Edy kini jadi pengusaha sukses. Namun kesuksesan itu tak lantas membuatnya tinggi hati.
Edy adalah sosok pribadi yang dermawan. Ia kerap membantu masyarakat yang membutuhkan. Jiwa sosialnya banyak tercurah dalam pelayanan gereja sejak ia mengisi jabatan penting di BPP Mamre GBKP 15 tahun silam. Sempat menjabat sebagai Bendahara Umum, Edy akhirnya dipercaya menjadi Ketua BPP Mamre GBKP.
"Jalan hidup kami cukup pahit pendeta. Semua dari nol. Itulah kenapa tadi sempat mau jatuh air mataku. Sebenarnya banyak yang mau diceritakan. Jadi yang kulihat, apa yang kami rasakan sekarang, aku nggak pernah berpikir bisa seperti ini. Semua yang kurasakan ini karena kasih Tuhan," tuturnya.
Perjalanan hidup yang pahit melatari Edy untuk menelurkan sebuah buku. Ia juga mendapat saran dari koleganya agar bersedia menuangkan kisah perjalanan hidupnya dalam sebuah buku. Tepat di usia 50 tahun, ia berhasil menerbitkan sebuah buku berjudul: Kerja Keras, Berkat Tuhan, ras Kejujuran.
"Pesan saya untuk generasi muda di Karo, tetaplah bekerja keras dan harus utamakan kejujuran. Tapi dari semua itu, kita harus tetap berserah kepada Tuhan. Tuhan akan kasi jalan untuk kita. Jangan pernah menyombongkan diri. Karena apa yang ada pada kita sekarang, semua itu adalah titipan Tuhan," ucap Edy.
Di dalam perjalanannya mengambil bagian dalam kontestasi politik di Pilkada Karo 2024, Edy menyebut hal itu sebagai langkah untuk terus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jika dipercaya masyarakat untuk memimpin Karo lima tahun kedepan, Edy menyebut akan menerapkan prinsip Kerja Keras, Berkat Tuhan, dan Kejujuran.
"Dalam memimpin juga kita tidak bisa sewenang-wenang. Jangan berharap imbalan. Kita harus kerja keras, jujur dan tetap mengandalkan Tuhan sesuai dengan sifat pelayanan. Karena dalam pelayanan itu, kita harus siap meling, latih, keri. Artinya: siap dipersalahkan, siap lelah, dan siap habis. Kami yakin Tuhan akan beri kesempatan bagi kami untuk memimpin Tanah Karo," pungkas Edy. (amr)