Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat, Drs. T.M. Auzai |
Langkat, Metrokampung.com
Petang yang cerah. Setelah hujan turun terus- menerus hingga mengakibatkan banjir di sana- sini, hari kembali cerah. Kami pun mengambil kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat, Drs. T.M. Auzai, di kantornya, Senin (2/12/2024).
Ada 2 pertanyaan yang kami sampaikan kepada Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat, Drs. T.M. Auzai : (1). Para nelayan di pesisir pantai timur Sumatera, Kabupaten Langkat, mengalami penurunan penangkapan ikan dan rajungan (kepiting). Nah, apa kira- kira penyebab dari penurunan hasil tangkapan tersebut ? (2). Pembudidayaan rajungan menjadi salah satu solusi bagi para nelayan. Lalu, kira- kira apa yang menjadi kendala bagi pembudidayaan rajungan tersebut ?
Menjawab pertanyaan tersebut, Auzai pun menegaskan, hutan mangrove di pantai timur Sumatera, khususnya di kawasan pesisir pantai Kabupaten Langkat telah rusak akibat dibabat dan berubah fungsi jadi kebun kelapa sawit. Karena itu, hasil tangkapan nelayan, khususnya rajungan (kepiting) turun drastis.
"Ya, para nelayan di pesisir pantai timur Sumatera, Kabupaten Langkat, mengalami penurunan drastis tangkapan rajungan (kepiting).
Penurunan hasil tangkapan rajungan itu disebabkan karena dampak dari perubahan iklim, cuaca ekstrim dan kerusakan habitat. Karena itu, pembudidayaan rajungan menjadi salah satu solusi bagi nelayan, tapi terkendala modal dan kurangnya perhatian dari pemerintah," ujarnya.
Padahal, tegasnya, hutan mangrove memiliki banyak manfaat, di antaranya, secara ekologis : hutan mangrove berfungsi sebagai habitat bagi berbagai spesies hewan dan tumbuhan, seperti ikan, burung, dan kepiting. Selain itu, hutan mangrove juga melindungi pantai dari abrasi air laut.
Lalu, secara ekonomis, hutan mangrove dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat lokal, seperti nelayan dan petani garam. Hutan mangrove juga dapat menghasilkan kayu, pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
Selain itu, sebagai penjaga iklim, hutan mangrove dapat membantu menjaga iklim dan cuaca yang nyaman untuk mencegah bencana alam. Selanjutnya, evapotranspirasi hutan mangrove dapat menjaga kelembaban dan curah hujan di kawasan tersebut.
Lalu, sebagai pengurai limbah,
hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan- bahan kimia yang mencemari laut, seperti minyak dan diterjen. Sebagai penyaring air, sistem akar mangrove yang kompleks berperan aktif dalam memurnikan air dengan menyaring berbagai jenis polutan.
hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan- bahan kimia yang mencemari laut, seperti minyak dan diterjen. Sebagai penyaring air, sistem akar mangrove yang kompleks berperan aktif dalam memurnikan air dengan menyaring berbagai jenis polutan.
Lalu, sebagai penahan angin dan badai, kawasan vegetasi mangrove terdiri atas beragam tumbuhan bakau atau mangrove yang lebar dan tahan angin serta badai. Selain itu pula, sebagai sumber pakan ternak, pohon mangrove yang telah dihancurkan dan digiling menjadi bubuk pakan ternak mengandung nutrisi yan sangat baik untuk pertumbuhan ternak.
Lalu, sebagai bahan obat tradisional, beberapa bagian tanaman mangrove dapat dimanfaatkan sebagai obat, seperti kulit batang pohon yang dapat digunakan sebagai pengawet, obat gatal, dan obat radang.
"Karena itu, kembalikan kebun sawit itu menjadi hutan mangrove," ujarnya.
Ribuan Hektar Hutan Mangrove Rusak Parah
Ribuan Hektar Hutan Mangrove Rusak Parah
Kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten Langkat, semakin memprihatinkan. Data terbaru menunjukkan bahwa ribuan hektar hutan mangrove mengalami kerusakan yang cukup signifikan.
Kepala Kelompok Kerja Rehabilitasi Mangrove Wilayah Sumatera Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Sumidi, menyebutkan mangrove Langkat mencakup 20.606 hektar. Sementara itu, terdapat 4.589 hektar mangrove potensial yang membutuhkan rehabilitasi akibat kerusakan.
“Mangrove lebat seluas 14.593 hektar, mangrove sedang seluas 4.498 hektar, dan mangrove jarang seluas 1.515 hektar. Dengan mangrove potensial guna di rehabilitasi seluas 4.589 hektar, yang terdiri dari area terabrasi, lahan terbuka, tambak, dan tanah timbul,” kata Sumidi, di ruang pola Kantor Bupati Langkat, Kamis (29/8/2024) yang lalu.
Sumidi menambahkan, BRGM mendapat dukungan berupa Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) yang dilaksanakan untuk tahun 2024.
“Kami bersama beberapa stakeholders sudah melakukan beberapa kegiatan untuk mengidentifikasi lokasi - lokasi yang menjadi sasaran M4CR kemudian Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) masyarakat untuk dilakukan rehabilitasi mangrove,” ujarnya.
Dia berharap kegiatan rehabilitasi mangrove diterima masyarakat, dimulai dengan penyusunan rancangan, lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan rehabilitasi. (BD)