Medan, Metrokampung.com
Berjalan hari ke-2 sejumlah wartawan menunggu Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman di depan ruangannya, Rabu (22/1/2025), guna mengkonfirmasi dugaan terima upeti dari gelar perkara khusus yang dipimpinnya pada 4 Desember 2024 lalu, namun hingga saat ini Kabag Wassidik Wahyudi Rahman tidak mau dijumpai.
Adapun dugaan tersebut diperoleh sejumlah wartawan dari sumber layak dipercaya, Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald. Tudingan tersebut bukan tak berdasar, ungkap Max kepada sejumlah wartawan.
"Bagaimana mungkin penetapan tersangka sudah tertulis dan sudah melakukan gelar perkara. Pada 4 Desembet 2023 lalu digelar lagi perkara khusus yang dipimpin oleh Kabag Wassidik Wahyudi Rahman. Gelar perkara khusus ini terkesan dipaksakan. Usai digelarnya perkara khusus, 2 unit ekscafator milik PT Jui Shin Indonesia yang disita sebagai barang bukti pun raib dari tempat penyimpanan barang sitaan Polda Sumut, ungkap Max Donald.
Ada dugaan, lanjut Max, setelah gelar perkara khusus yang menghadirkan saksi ahli pro dan melepaskan barang bukti (dua unit ekscavator) maka status tersangka (Direktur JSI) dan beberapa karyawan perusahaan akan dibatalkan.
Rabu (22/1/2025), sejumlah wartawan kembali menyambangi Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman (foto-kiri), di pintu depan beberapa orang staf mengatakan agar menunggu. Namun sampai hampir malam mantan Kapolres Tanah Karo itu tak pernah muncul.
Sekedar informasi, PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI dilaporkan Sunani ke Polda Sumut sekitar Januari 2024 lalu atas dugaan pencurian pasir kuarsa dari lahan Sunani dan pengerusakan lahan Sunani di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara-Sumut.
Kasus tersebut sejak sekitar setahun lalu dan sampailah saat ini, dimana kuat dugaan sedang dipermainkan melalui Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman diduga ada terima upeti agar kasus PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI yang diketahui milik Chang Jui Fang beralih ke kasus perdata.
Padahal sebelumnya kasus ini sudah mulai terang dengan diamankannya barang bukti dua unit alat berat ekscavator dari lokasi pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara, maupun Direktur ditetapkan sebagai tersangka. Namun belakangan seolah dikaburkan melalui gelar perkara khusus yang dipimpin Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman.
Dimana gelar perkara khusus itu memanggil korban/pelapor Sunani untuk hadir pada 4 Desember 2024, sedangkan surat undangan dikirim pada Senin 3 Desember 2024, yang begitu tergesa-gesa dan dipaksakan.
"Apa Bapak Kabag Wassidik berani melawan hukum dan diduga membuat saksi ahli seolah-olah kasus ini bukan pidana. Karena pendapat ahli itu hanya sifatnya rekomendasi bisa dipakai, bisa juga tidak."
"Dalam kasus ini sudah ditetapkan tersangka dari hasil gelar perkara, berarti sudah terpenuhi alat bukti. Terlepas pelapor mau bersalah atau tidak, biarkan pengadilan yang memutuskan." tutur Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH SE MH MPd CTLA Mediator selaku kuasa hukum Sunani.
Ditanyai wartawan lagi soal adanya dugaan kasus yang dilaporkan kliennya, kalau tidak berhasil ditutup mereka, hendak dialihkan menjadi kasus sengketa tambang, tanah atau lainnya, Pimpinan Law Firm Darmawan Yusuf Associates (DYA) itu menegaskan,
"UU Minerba tidak mengatur pencurian pasir kuarsa atau pengrusakan tanah. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana umum yang diatur dalam Pasal 363 KUHP (pencurian) dan 406 KUHP (pengrusakan). Oleh karena itu, penerapan KUHP menurut saya sudah tepat." jelas Darmawan.
Lebih lanjut, "Perbuatan mengambil pasir kuarsa tanpa izin dan merusak tanah adalah tindak pidana umum murni yang diatur dalam KUHP yang tidak tergolong dalam pidana khusus, sengketa tambang atau administratif."
"Sengketa tambang terkait dengan batas wilayah atau izin operasional WIUP, sedangkan kasus ini menyangkut tindak pidana umum yang merugikan klien kami sebagai pelapor,"
"Fakta hukumnya, klaim adanya WIUP atau izin operasional tidak menggugurkan tindak pidana yang dilakukan. Ini yang dirugikan bukan hanya negara dari segi pajak tapi ada korban sunani disini yang tanahnya sudah jadi danau buatan dan pasir kuarsa yang bernilai telah diambil dan dikomersilkan menjadi produk. tetap itu adalah tindakan melawan hukum." tegasnya.
Kemudian Dr Darmawan Yusuf yang juga lulusan Cumlaude dari Doktor Fakultas Hukum USU ini mengatakan, Polda Sumut tidak perlu susah-susah untuk menindak terkait misal ada dugaan pidana tambang, mereka kan bisa berdiri sendiri melalui Ditreskrimsus, bisa membuat laporan Model A, tanpa ada masyarakat melaporkan, Polisi bisa menindaknya dengan Laporan Pendahuluan Model A yang dibuat oleh Polisi sendiri, lalu bisa dikembangkan dari lidik, sidik lalu penetapan tersangka.(Ra/mk)