Kepala Desa, Misran, saat didampingi Sekretaris Desa, Mahdar dan Ketua BPD, Sahril. |
Langkat, Metrokampung.com
Masih dari bincang- bincang dengan Metrokampung dan tim konten kreator KELANA, di kantor Desa Sungai Ular, Kamis (9/1/2025), dimana hadir dalam bincang- bincang tersebut Kepala Desa Misran, Sekretaris Desa Mahdar, SPdI, Ketua BPD Sahril, Ketua Gapoktan Ibdul Rayani, Sekretaris Pokadakan 'Serumpun Bagawik Bekulak' Zubaidah, SPdI, dan PPL Suarinten, SP.
Yang menarik, sekretaris desa didampingi kepala desa saat ditanya tentang sejarah desa, kenapa desa itu disebut desa Sungai Ular, dengan santai dia menjawab, dari dulu sungai yang ada di desa mereka panjang dan berkelok-
kelok seperti ular.
Karena itu sungai itu disebut Sungai Ular. Jadi, bukan karena sungai yang banyak ularnya.
"Nah, dari situ desa kami pun disebut Desa Sungai Ular," ujar Mahdar.
"Nah, dari situ desa kami pun disebut Desa Sungai Ular," ujar Mahdar.
Pengrajin gula merah (aren) |
Sampan- sampan nelayan saat ditambatkan di pinggiran Sungai Ular |
Lebih lanjut dia pun menjelaskan, mayoritas masyarakatnya adalah dari suku Banjar (Kalimantan), lebih dari 70 %. Karena itu, kesenian dan adat istiadat yang berlaku dan digunakan di desa itu adalah kesenian dan adat istiadat Banjar (Kalimantan).
Namun, selain itu ada juga masyarakat dari suku Jawa, Melayu serta sedikit Batak dan Mandailing. Tapi, 100 % beragama Islam.
Sedangkan potensi yang ada di desa tersebut adalah hamparan areal pertanian yang luas, sehingga mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Selain itu, sungai yang menjorok ke laut, sehingga ada juga yang bekerja sebagai nelayan.
Pengembangan UMKM
Selain sebagai petani dan nelayan, sebagian masyarakat Sungai Ular juga bekerja sebagai pengrajin dan tukang. Nah, yang menonjol adalah pengrajin pembuat atap, kue cincin (kue khas masyarakat Banjar), gula merah (aren), dan tukang pembuat kapal (sampan).
Saidul Bahri, salah seorang pengrajin gula aren menjelaskan, membuat gula merah dari aren sudah lebih dari 30 tahun dilakoninya. Jadi, sudah turun- temurun.
Dia sendiri mengakui, 2-3 hari sekali pasti membuat gula aren. Namun, karena dibutuhkan masyarakat, pemasarannya tidaklah sulit.
"Di sini banyak yang membuat gula aren. Jadi, bukan saya sendiri,"ujarnya.
Hasilnya, ya lumayan untuk menghidupi keluarga. (BD)