Tujuh Bulan Kasus Lutfi Tidak Ada Kepastian Hukum, LBH Medan: Laporkan Kapolrestabes Medan & Kasat Reskrim ke Propam Polda Sumut

Editor: metrokampung.com

Medan, metrokampung.com 
Lutfhi Hakim Fauzie merupakan seorang korban kabel menjuntai yang hampir menyebabkannya meninggal dunia. Luthfi mengalami luka berat akibat lilitan kabel yang melingkar di bagian leher setelah mobil Box menyambar kabel menjuntai di Jalan William Iskandar Pasar V Medan Estate pada 23 Februari 2024. 

Bermula saat Lutfhi hendak menjemput istrinya di sore hari dari Tembung kearah Medan. Dalam perjalannya menjemput istri, sekira Pukul 17:00 Wib kejadian tersebut terjadi dimana sebuah mobil box dikendarai oleh seorang sopir yang menggunakan baju yang diduga beratribut Indomaret menabrak kabel menjuntai sehingga kabel tersebut menyambar mengenai leher Luthfi. 

Akibatnya lutfi mengalami luka berat, dimana lehernya hampir putus dan harus di jahit sebanyak 20 Jahitan dan dirawat hingga Berbulan-bulan. 


Kemudian kejadian tersebut Viral, dikarenakan telah viral diketahui pihak yang diduga dari PT. Telkom Indonesia bolak balik mengajak Luthfi untuk bertemu dan meminta membuat statment bahwa kabel tersebut bukan kabel mereka. Akan tetapi Luthfi tidak mengindahkan hal tersebut. Kemudian Lutfi menanyakan jadi itu kabel siapa kepada Pihak Telkom? 

Namun, pertanyaannya tersebut dijawab tidak bisa menyampaikan kabel tersebut milik siapa dikarenakan hubungan bisnis.

Atas hal ini Lutfhi bersama kuasa hukumnya LBH Medan membuat Laporan Polisi di Polda Sumut atas dugaan tindak pidana kelalaian mengakibatkan orang luka berat sebagaimana diatur Pasal 360 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP dengan terlapor atas nama Direktur PT. INDIHOME sesuai dengan Surat Tanda Bukti Lapor Nomor: STTLP/B/840/VII/2024/SPKT/Polda Sumatera Utara, tertanggal 01 Juli 2024.

Namun seiring berjalannya waktu dan sudah memasuki Fase 7 Bulan dari dibuatnya Laporan polisi, hingga kini  belum ada tindaklanjut dan terkesan jalan di tempat. Padahal Kuasa Hukum Luthfi dari LBH Medan telah berulangkali mempertanyakan tentang tindak lanjutnya, namun Penyidik Pembantu atas nama Aiptu DMS selalu beralibi “perkara ini payah, harus banyak lagi ini yang mau di periksa”.

Anehnya lagi dari dua saksi yang di undang untuk diwawancara tidak ada diberikan sepucuk surat, serta selama tujuh bulan Luthfi hanya menerima satu kali  surat SP2HP.

Dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap luthfi diduga Kapolresta Kasat Reskrim dan Panit sebagai angkum dari penyidik pembantu telah melanggar kode etik Profesi  Polri.

Dimana seharusnya ”Setiap Anggota Polri wajib : Menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural” Pasal 5 Ayat (1) huruf C Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Serta Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” Pasal 7 huruf C Perpol Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Tidak hanya itu, dengan tidak adanya kepastian hukum dan keadilan terhadap kasus luthfi diduga Kapolrestabes, Kasat Reskrim, Panit dan Penyidik Pembantu juga telah melanggar Hak Asasi lutfi,  sebagimana yang diatur dalam UU HAM jo Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political  Rights (ICCPR) (Konvenan Internasional  tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) menyebutkan “Semua orang berkedudukan sama dihadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”.

Maka patut secara hukum LBH Medan telah membuat pengaduan dan mohon keadilan kepada jajaran Mabes Polri dan Propam Polda Sumut atas adanya dugaan Pelanggaran Kode etik profesi yang diduga dilakukan Kapolrestabes, Kasat Reskrim, Panit dan Penyidik Pembantu, Polrestabes Medan. (amr)
Share:
Komentar


Berita Terkini