Medan, Metrokampung.com
Saifuddin Zuhri Manurung alias Ucok Ibon, terdakwa dalam perkara pemalsuan surat, yang saat ini berstatus sebagai tahanan kota berdasarkan penetapan resmi dari PN Tanjungbalai, diduga bebas keluar masuk desa dan bahkan didampingi oleh oknum polisi berseragam.
Ucok Ibon sebelumnya ditahan oleh kejaksaan dan pengadilan, lalu mengajukan pengalihan status penahanan dari Lapas Tanjungbalai ke tahanan kota. Permohonan tersebut dikabulkan atas dasar kemanusiaan, agar terdakwa dapat menjalankan ibadah selama Idul Fitri, dengan menggunakan jaminan uang, istrinya dan abang kandungnya.
Ucok Ibon sendiri saat ini sedang menjalani proses hukum atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Fakta bahwa terdakwa dengan ancaman hukuman tinggi justeru bisa berkeliaran di luar area kota yang menjadi batas wilayah tahanan kota, bahkan didampingi aparat kepolisian, menimbulkan pertanyaan serius.
“Siapa yang memberi izin? Atas dasar apa aparat mendampingi? Dan apakah ini bagian dari praktik pembekingan hukum?” kata warga setempat.
Sementara itu, Suratman, pekerja lapangan dari pihak Johan, menjadi saksi mata atas kejadian tersebut. Ia melihat langsung Ucok Ibon datang ke lokasi bersama seorang polisi. “Waktu saya lihat, saya langsung tanya ke polisinya karena tahu Ucok Ibon tahanan kota. Dia jawab, saya Kanit Reskrim, nama saya Ari,” ujar Suratman kepada wartawan.
Ketika dikonfirmasi, Kapolsek Sei Kepayang Timur Polres Asahan Iptu Bambang Wahyudi membenarkan ada memerintahkan anggotanya, Kanit Reskrim bernama Ari, untuk mendampingi Saifuddin Zuhri Manurung alias Ucok Ibon.
“Benar itu (Ari-red), anggota saya. Saya yang perintahkan melakukan cek TKP,” kata Iptu Bambang menjawab konfirmasi wartawan.
Ditanya lagi, apakah tidak mengetahui bahwa Saifuddin Zuhri Manurung alias Ucok Ibon merupakan statusnya tahanan kota oleh PN Tanjungbalai, ia mengaku tidak tahu.
“Saya tidak mengetahui itu. Saya tidak tahu kanit mendampinginya,” jelasnya sembari tiba-tiba memutuskan sambungan telepon WhatsApp dengan wartawan.
Namun beberapa menit kemudian, Kapolsek Iptu Bambang Wahyudi mengirim pesan ke WhatsApp wartawan yang mengatakan, “Datang aja ke Polsek Pak, bingung saya,” tulisnya.
Menanggapi hal ini, Ketua LSM GEBRAK (Gerakan Barisan Rakyat Anti Korupsi) Max Donald menegaskan, bahwa jika ada pelanggaran terhadap ketentuan tahanan kota, maka harus diproses secara hukum. “Jangan lindungi pelanggar hanya karena berseragam,” tegas Max.
Sementara itu, kuasa hukum pihak Johan, Dr Darmawan Yusuf SH SE MPd M.H, saat dihubungi wartawan menyampaikan pernyataan tegas.
“Saya sudah mendapat laporan dari klien saya, Johan. Kami sedang mempelajari dan mengkaji rekaman CCTV di lokasi. Jika dari bukti-bukti tersebut mengarah pada peristiwa pidana baru, kami akan segera membuat laporan tambahan ke Polda Sumut,” ujar pengacara kondang ini.
Ia melanjutkan, jika dalam proses ini terbukti ada oknum kepolisian yang membackup atau terlibat dalam pelanggaran hukum, maka mereka akan melaporkannya ke Propam Mabes Polri dan Propam Polda Sumut.
“Dan bila pengalihan status tahanan kota ini justru menimbulkan peristiwa pidana baru, maka siapa saja yang terlibat akan kami laporkan secara pidana,” sebutnya.
Dr Darmawan juga menegaskan bahwa status tahanan kota bukan berarti bebas berkeliaran ke desa atau wilayah lain. Melainkan harus tetap berada di wilayah kota sesuai penetapan pengadilan dan tidak dapat keluar, kecuali dengan izin resmi dari hakim.
“Penegakan hukum harus berjalan tanpa diskriminasi. Bila aparat diduga justru menjadi bagian dari pelanggaran, maka ini menjadi ancaman serius bagi kepercayaan publik terhadap keadilan,” tutupnya.(Ra/mk)