Media Dibungkam, Alarm Bahaya Untuk Negeri

Editor: metrokampung.com
Ariswan

Langkat, Metrokampung.com
Di tengah gemuruh pembangunan dan transformasi digital yang terus digembar-gemborkan, Indonesia dihadapkan pada ancaman serius terhadap salah satu fondasi utama demokrasi, yaitu kemerdekaan pers. Dunia jurnalistik kita sedang tidak baik-baik saja, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers seharusnya menjadi payung pelindung bagi kebebasan pers di negeri ini.
       
Namun sayang, sejumlah peristiwa terjadi  belakangan ini menunjukkan bahwa roh dari undang-undang tersebut mulai diabaikan, bahkan dilanggar secara terang- terangan.
       
Buktinya, kejadian yang memicu keprihatinan datang dari berbagai daerah.

Apakah itu  langkah mundur ?
       
Ya jelas. Mulai dari larangan wartawan memasuki aula Kantor Bupati Mandailing Natal oleh Satpol PP,  kemudian pelarangan peliputan oleh awak media di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, hingga insiden terbaru yang lebih memprihatinkan, pemukulan keras terhadap seorang pewarta foto yang diduga dilakukan oleh ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Sabtu, 5 April 2025 yang lalu.
       
Menanggapi kejadian tersebut, Ariswan, Koordinator Gerakan Rakyat Membangun Peradaban, angkat bicara.

Dalam wawancara eksklusif dengan Metrokampung, di Stabat, Kabupaten Langkat, Senin (7/4/2025),  Ariswan menegaskan bahwa kemerdekaan pers bukanlah opsi, melainkan kewajiban yang dijamin oleh konstitusi.
    
"Undang- undang Nomor 40 Tahun 1999 telah mengatur kebebasan pers. Mengapa masih ada institusi maupun penyelenggara negara yang tidak mengindahkannya, ada apa ini ? Mengapa mereka seperti alergi terhadap kemajuan pers ?" tegasnya.
       
Dia pun  menambahkan bahwa pers bukanlah musuh negara, tapi justru sebaliknya, pers adalah mitra strategis dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, dan suara publik.
       
"Pers adalah mata dan telinga rakyat. Jika suara pers dibungkam, maka suara rakyat pun ikut hilang," lanjutnya.
       
Lebih lanjut, Ariswan pun  menekankan pentingnya penegakan hukum dalam menghadapi segala bentuk intimidasi terhadap insan pers. Dia menegaskan bahwa jika ada keberatan terhadap isi pemberitaan, semestinya diselesaikan melalui mekanisme yang tersedia, seperti mediasi melalui Dewan Pers dan lain- lain, bukan melalui jalur kekerasan atau pembungkaman.
       
Dalam situasi seperti ini, suara dari pemimpin tertinggi negeri pun dinantikan. Presiden Prabowo Subianto didorong untuk turun tangan dan memastikan bahwa kebebasan pers tidak hanya dijunjung dalam pidato- pidato, tapi diwujudkan dalam perlindungan nyata di lapangan.
       
Ya, karena pada akhirnya, tanpa kebebasan pers, demokrasi hanyalah ilusi yang dikemas rapi. 
       
"Media adalah cermin negara. Ketika cermin itu dipecahkan, maka wajah asli kekuasaan tak lagi bisa terlihat," ujarnya.
       
"Jadi, kini saatnya seluruh elemen bangsa, pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, bersatu menjaga hak dasar ini, karena melindungi pers bukan sekadar melindungi profesi, melainkan menjaga hak publik untuk tahu. Dan saat suara media dibungkam, maka yang sesungguhnya dibungkam adalah suara rakyat itu sendiri," pungkasnya. (BD)
Share:
Komentar


Berita Terkini