Hamparan Perak, metrokampung.com
Suasana memanas di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Puluhan warga berkumpul di gudang sawit milik Bapak Sahir pada Rabu (16/04), menyuarakan keresahan dan kekecewaan mereka terhadap kepemimpinan Kepala Desa Paluh Kurau, M. Yusuf Batubara.
Aksi ini merupakan bentuk pernyataan sikap masyarakat yang menilai bahwa kepemimpinan Kades saat ini telah melenceng dari semangat pengabdian kepada rakyat.
Aksi ini muncul sebagai respon terhadap demo yang sebelumnya berlangsung di Kantor DPRD Deli Serdang. Demonstrasi tersebut mengatasnamakan masyarakat Desa Paluh Kurau dan menyuarakan dukungan terhadap Kepala Desa. Namun setelah diklarifikasi oleh warga di Dusun 13 Pasar 6, terungkap bahwa demo itu ternyata tidak diketahui secara luas oleh masyarakat desa, bahkan disebut-sebut hanya melibatkan orang-orang dekat M. Yusuf Batubara. Warga merasa dibohongi dan dimanipulasi.
“Kami tidak pernah diberitahu apapun soal demo ke DPRD itu. Tiba-tiba sudah ada yang berorasi seolah mewakili kami. Padahal, kenyataannya, banyak dari kami kecewa dengan cara kades memimpin desa ini,” ujar Murdin (58 tahun), salah satu tokoh warga.
Warga kemudian secara terbuka mengungkapkan berbagai dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Kades M. Yusuf Batubara selama masa jabatannya. Salah satu sorotan utama datang dari program Oplah yang semestinya bertujuan membantu para petani desa. Namun dalam pelaksanaannya, warga justru dikenakan pungutan sebesar Rp900.000 per hektar lahan, dan hingga kini tidak ada kejelasan penggunaan dana tersebut.
“Kami bayar hampir sejuta per hektar. Tapi manfaatnya gak jelas sampai sekarang. Ini bukan bantuan, ini malah jadi beban,” tambah Murdin dengan nada kecewa.
Senada dengan itu, Toba Manurung (52 tahun) juga menyampaikan kekecewaannya terhadap pengelolaan Dana Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang dinilainya tidak transparan.
“Dulu katanya untuk kesejahteraan warga. Sekarang? Dana Bumdes itu seperti hilang ditelan bumi. Tidak ada laporan, tidak ada penjelasan,” ujarnya dengan nada geram.
Masalah sosial lainnya pun turut disuarakan Arbaiyah (55 tahun), warga miskin yang bergantung pada bantuan pemerintah, mengeluhkan bahwa haknya sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) telah hilang hampir setahun tanpa penjelasan. Ia juga mengaku kesulitan dalam mengakses bantuan lain seperti KIS PBI, yang menurutnya tidak diprioritaskan oleh pihak desa.
“Sudah hampir setahun saya tidak menerima PKH, padahal saya sangat membutuhkan. Mau mengadu ke mana lagi?” keluh Arbaiyah dengan mata berkaca-kaca.
Ketidakpuasan warga tidak berhenti di situ. Urusan administrasi yang seharusnya menjadi pelayanan dasar, justru memberatkan masyarakat. Salah satunya dialami Basik (60 tahun) yang mengurus surat tanah miliknya seluas 8 rante dan dikenakan biaya hingga Rp2 juta. Ia merasa ditekan dan tidak dilayani secara adil.
“Saya hanya ingin surat tanah saya selesai. Tapi kenapa sampai segitu mahalnya? Ini bukan pelayanan masyarakat, ini pemerasan,” kata Basik.
Puncaknya, warga dengan suara bulat menyatakan mosi tidak percaya kepada M. Yusuf Batubara dan menuntut agar jabatan Kepala Desa segera diganti. Mereka menilai bahwa kepemimpinan saat ini bersifat otoriter, jauh dari transparansi, dan tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Kepemimpinan Kades ini sangat kaku dan arogan. Janji saat kampanye dulu banyak yang tidak ditepati. Kami sudah muak. Kami ingin ganti Kades!” teriak warga secara serempak dalam pertemuan tersebut.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Paluh Kurau, Pariyoto, turut membenarkan keresahan yang dirasakan oleh warga. Ia menyatakan bahwa laporan demi laporan terus berdatangan ke BPD terkait kinerja Kepala Desa.
“Kami sebagai BPD tidak bisa tutup mata. Aspirasi warga jelas. Ini bukan sekadar ketidak Sesukahatinya , tapi sudah menyangkut integritas dan keadilan,” ungkap Pariyoto.
Masyarakat Desa Paluh Kurau minta pada Inspektorat agar memanggil Kades Desa Paluh Kurau agar diperiksa terkait pengutipan uang pada masyarakat untuk pengurusan Surat Keterangan Tanah ( SKT ) dikenakan Admin sebesar Rp 2.000.000,- an pada warga yang mengurus surat jeterangan tanah. Warga sangat diberatkan dengan uang sebesar itu.
Maka Masyarakat minta pada Bupati Deli Serdang agar segera menindaklanjuti pernyataan sikap warga ini. Mereka ingin suara mereka didengar dan perubahan segera diwujudkan demi terciptanya pemerintahan desa yang adil, bersih, dan berpihak kepada rakyat.(rel/smsi)
Aksi ini muncul sebagai respon terhadap demo yang sebelumnya berlangsung di Kantor DPRD Deli Serdang. Demonstrasi tersebut mengatasnamakan masyarakat Desa Paluh Kurau dan menyuarakan dukungan terhadap Kepala Desa. Namun setelah diklarifikasi oleh warga di Dusun 13 Pasar 6, terungkap bahwa demo itu ternyata tidak diketahui secara luas oleh masyarakat desa, bahkan disebut-sebut hanya melibatkan orang-orang dekat M. Yusuf Batubara. Warga merasa dibohongi dan dimanipulasi.
“Kami tidak pernah diberitahu apapun soal demo ke DPRD itu. Tiba-tiba sudah ada yang berorasi seolah mewakili kami. Padahal, kenyataannya, banyak dari kami kecewa dengan cara kades memimpin desa ini,” ujar Murdin (58 tahun), salah satu tokoh warga.
Warga kemudian secara terbuka mengungkapkan berbagai dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Kades M. Yusuf Batubara selama masa jabatannya. Salah satu sorotan utama datang dari program Oplah yang semestinya bertujuan membantu para petani desa. Namun dalam pelaksanaannya, warga justru dikenakan pungutan sebesar Rp900.000 per hektar lahan, dan hingga kini tidak ada kejelasan penggunaan dana tersebut.
“Kami bayar hampir sejuta per hektar. Tapi manfaatnya gak jelas sampai sekarang. Ini bukan bantuan, ini malah jadi beban,” tambah Murdin dengan nada kecewa.
Senada dengan itu, Toba Manurung (52 tahun) juga menyampaikan kekecewaannya terhadap pengelolaan Dana Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang dinilainya tidak transparan.
“Dulu katanya untuk kesejahteraan warga. Sekarang? Dana Bumdes itu seperti hilang ditelan bumi. Tidak ada laporan, tidak ada penjelasan,” ujarnya dengan nada geram.
Masalah sosial lainnya pun turut disuarakan Arbaiyah (55 tahun), warga miskin yang bergantung pada bantuan pemerintah, mengeluhkan bahwa haknya sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) telah hilang hampir setahun tanpa penjelasan. Ia juga mengaku kesulitan dalam mengakses bantuan lain seperti KIS PBI, yang menurutnya tidak diprioritaskan oleh pihak desa.
“Sudah hampir setahun saya tidak menerima PKH, padahal saya sangat membutuhkan. Mau mengadu ke mana lagi?” keluh Arbaiyah dengan mata berkaca-kaca.
Ketidakpuasan warga tidak berhenti di situ. Urusan administrasi yang seharusnya menjadi pelayanan dasar, justru memberatkan masyarakat. Salah satunya dialami Basik (60 tahun) yang mengurus surat tanah miliknya seluas 8 rante dan dikenakan biaya hingga Rp2 juta. Ia merasa ditekan dan tidak dilayani secara adil.
“Saya hanya ingin surat tanah saya selesai. Tapi kenapa sampai segitu mahalnya? Ini bukan pelayanan masyarakat, ini pemerasan,” kata Basik.
Puncaknya, warga dengan suara bulat menyatakan mosi tidak percaya kepada M. Yusuf Batubara dan menuntut agar jabatan Kepala Desa segera diganti. Mereka menilai bahwa kepemimpinan saat ini bersifat otoriter, jauh dari transparansi, dan tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Kepemimpinan Kades ini sangat kaku dan arogan. Janji saat kampanye dulu banyak yang tidak ditepati. Kami sudah muak. Kami ingin ganti Kades!” teriak warga secara serempak dalam pertemuan tersebut.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Paluh Kurau, Pariyoto, turut membenarkan keresahan yang dirasakan oleh warga. Ia menyatakan bahwa laporan demi laporan terus berdatangan ke BPD terkait kinerja Kepala Desa.
“Kami sebagai BPD tidak bisa tutup mata. Aspirasi warga jelas. Ini bukan sekadar ketidak Sesukahatinya , tapi sudah menyangkut integritas dan keadilan,” ungkap Pariyoto.
Masyarakat Desa Paluh Kurau minta pada Inspektorat agar memanggil Kades Desa Paluh Kurau agar diperiksa terkait pengutipan uang pada masyarakat untuk pengurusan Surat Keterangan Tanah ( SKT ) dikenakan Admin sebesar Rp 2.000.000,- an pada warga yang mengurus surat jeterangan tanah. Warga sangat diberatkan dengan uang sebesar itu.
Maka Masyarakat minta pada Bupati Deli Serdang agar segera menindaklanjuti pernyataan sikap warga ini. Mereka ingin suara mereka didengar dan perubahan segera diwujudkan demi terciptanya pemerintahan desa yang adil, bersih, dan berpihak kepada rakyat.(rel/smsi)